Ketika banyak pejabat di Banten asyik-masyuk bergelimang harta, tentu masyarakat Banten kecewa. Seperti menunggu keajaiban, kita hanya bisa berharap para maling itu terbukti korupsi. Dalam rentang 2000 – 2013, kita tahu mereka korupsi tapi kita tak berdaya. Betapa jawara dan pengusaha berkongsi dengan pejabat, menyepelekan suara rakyat. Kita rakyat dianggap tak mampu menunjukkan bukti, padahal itu bukan tugas rakyat.

Muncul Ade Irawan dengan  Indonesia Corruption Watch (ICW) yang secara strategis dan sistematis menyuarakan Banten Bersih dari korupi. Buku Dinasti Banten pun diterbitkan. Kita jadi tahu dana bantuan sosial itu mengalir ke keluarga Dinasti Banten lewat jalur lembaga yang dipimpin oleh keluarga Gubernur Banten senilai Rp 29 miliar. Sekarang ade Irawan aktif sebagai Direktur Utama Visi Integritas dalam mengupayakan pencegahan korupsi di negeri ini.

Kemudian muncul Abraham Samad sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Uday Suhada sebagai aktivis anti korupsi di Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP). Mereka berdua juga ikut berperan besar merontokkan Dinasti Banten yang melekat pada diri Gubernur Banten kala itu – Atut Chosiyah dan sang Gubernur Jendral – Wawan. Supaya Banten bersih, memang tidak pernah bisa lepas dari Makassar, seperti halnya Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makassari Al-Bantani. Kita tahu Abraham Samad orang Makassar.

Peran Uday Suhada dalam membongkar kasus korupsi di Banten pada tahun 2013 sangat besar. Uday siap menghadapi segala risikonya. Diawali dari sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, kemudian menjadi pintu masuk terbongkarnya berbagai kasus korupsi di lingkungan Pemprov Banten, yang kerugian keuangan negaranya mencapai Rp 79 milyar. Peristiwa itu menjadi sejarah pertama gubernur perempuan di Indonesia yang diamankan KPK, pada Jum’at Keramat (20 Desember 2013).

Sekarang Banten, bagaimana? Setelah Ade Irawan gagal maju di Pilada Tangerang Selatan dan Uday kalah sebagai Wakil Bupati bersama Pujiyanto di Pilkada Pandeglang 2024? Ke mana mereka? Apakah korupsi di Banten sudah hilang? Apakah Dinasti Banten yang terkait ke keluarga Atut – Wawan bangkit lagi? Adakah dinasti baru tumbuh di Banten?

Sungguh sangat memprihatinkan, korupsi sudah jadi fenomena di Indonesia. Raja-raja kecil berkongsi dengan penguasa dan pengusaha. Bahkan di Banten tidak ada kapoknya pejabat-pengusaha berkomplot melakukan tindak pidana korupsi sepanjang 2014 – 2024 di era Wahidin – Andika. Ini dia yang bisa saya himpun dari internet:

Korupsi hibah pondok pesantren 

  • Kasus korupsi hibah pondok pesantren di Banten merugikan negara hingga Rp 70,7 miliar tahun 2018-2020.
  • Korupsi ini melibatkan oknum pimpinan pondok pesantren dan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP).

Korupsi dana desa Lontar 

  • Kasus korupsi dana desa Lontar menjerat Aklani, mantan kepala desa Lontar periode 2015-2021.
  • Korupsi ini merugikan negara lebih dari Rp 988 juta.

Korupsi retribusi sampah di Cilegon 

  • Kejaksaan Negeri Cilegon menahan dua tersangka kasus korupsi retribusi sampah tahun 2020-2021.

Korupsi proyek Breakwater PP Cituis 

  • Asep Saepurohman, ASN DKP Banten, dituntut 2,6 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek Breakwater PP Cituis tahun 2023
  • Yan Junjung, Kepala Bidang Pesisir, mempersilahkan Parjianto (DPO) untuk menjadi pemodal dan meminjam CV Kakang Prabu untuk pengerjaan proyek tersebut.

Jadi wajar Banten pernah disebut sebagai provinsi paling tidak bahagia di Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2021. Banten berada di peringkat pertama dari 10 provinsi paling tidak bahagia di Indonesia. 

Saya sebagai rakyat Banten berharap penuh pada pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten terpililh – Andra Soni dan Dimyati. Semoga mereka bergerak cepat dalam hal koordinasi dengan Bupati/Walikota di Banten. Jangan sampai jalan sendiri-sendiri dan saling lempar tanggung jawab. Kang Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat mestinya menjadi inspirasi mereka di Banten.

Tim GoKreaf/Internet

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5