Puisi Gol A Gong
MENCARI PELANGI

  • Untuk anak-anak masa depanku

Kini giliranmu menikmati dunia
barangkali akan lebih keras menderita
atau lebih gembira
tapi tak akan kujanjikan kamu
bisa bermain-main air hujan
karena mencari pelangi
adalah siksaan tak terperi

Kini giliranmu menikmati hidup
walau yang kuwariskan
adalah jejak-jejakku
silahkan kamu mencarinya sendiri

Kini giliranmu menikmati semuanya
pesanku : berilah ibumu kado pelangi
karena kami rindu hujan!

*) Kampung Ciloang, Serang, Desember 1997

Puisi “Mencari Pelangi” karya Gol A Gong merupakan bentuk refleksi batin yang dalam dari seorang orang tua kepada anak-anaknya—generasi masa depan yang akan melanjutkan hidup dalam dunia yang tidak pasti. Dengan bahasa sederhana namun penuh makna, penyair menyampaikan pesan tentang perjuangan, harapan, dan cinta yang tak lekang oleh waktu.

Pada bait pertama, penyair menyatakan bahwa kini giliran anak-anaknya untuk “menikmati dunia.” Namun, kata “menikmati” di sini tidak serta-merta berarti kesenangan. Ia menyadari bahwa dunia bisa saja lebih kejam atau lebih menyenangkan dibanding masa lalunya. Tidak ada janji manis—hanya kenyataan bahwa kehidupan bisa menyakitkan. Kalimat “karena mencari pelangi adalah siksaan tak terperi” menjadi metafora kuat untuk perjuangan hidup dan pencarian kebahagiaan. Pelangi, yang secara visual indah namun tidak bisa disentuh, menggambarkan betapa sulitnya mewujudkan mimpi.

Bait kedua menyentuh soal warisan. Tapi bukan warisan harta benda, melainkan “jejak-jejakku.” Ini menunjukkan bahwa sang penyair mewariskan nilai-nilai, pengalaman hidup, dan perjalanan panjang yang bisa dijadikan pelajaran. Namun, anak-anak tetap harus mencarinya sendiri. Ini menegaskan pentingnya kemandirian dan pencarian jati diri.

Bait terakhir mengandung pesan emosional dan simbolis. Permintaan untuk memberikan “kado pelangi” kepada ibu bukan sekadar hadiah biasa, tapi sebuah harapan agar anak-anak dapat memberikan kebahagiaan dan keindahan kepada orang tua yang telah berkorban. Kalimat “karena kami rindu hujan” menunjukkan kerinduan akan masa-masa perjuangan, kesederhanaan, atau bahkan awal mula kehidupan ketika segalanya masih murni dan penuh harapan.

Secara keseluruhan, puisi ini adalah surat cinta dalam bentuk puisi. Sebuah pesan dari masa lalu untuk masa depan. Penyair mengajak pembaca, terutama generasi muda, untuk menyadari bahwa hidup adalah perjalanan panjang yang tak selalu indah, tetapi selalu layak diperjuangkan. Dan di tengah perjalanan itu, jangan lupakan ibu, rumah, dan hujan yang dulu menumbuhkan pelangi. (*)

Tim GoKreaf/ChatGPT

REDAKSI: Tim Redaksi golagongkreatif.com sengaja berdialog dengan ChatGPT tentang puisi-puisi Gol A Gong. Kita akan melihat sejauh mana kecedasan buatan ini merespon puisi-puisi Gol A Gong. Supaya tidak salah paham, puisi-puisinya ditulis asli oleh Gol A Gong. Kebanyakan puisi-puisi lama. Semoga metode adaptasi dengan kecerdasan buatan ini membuka wawasan berpikir kita tentang isi hati penyair. Selebihnya, kita tertawa bahagia saja, ya.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5