Oleh Rudi Rustiadi

Ramadan tahun 2025 ini Penerbit Mcm dari Bandung menerbitkan novel anak berjudul Negeri Permen: Igo dan Si Peri Nakal karya Tias Tatanka . Diluncurkan saat bulan puasa barangkali dimaksudkan untuk menemani anak-anak berpuasa, ngabuburit sambil baca buku.

Istri saya membelinya, lalu novel itu tergeletak begitu saja di meja kerja saya berhari-hari tanpa pernah disentuh. Bolak-balik beraktivitas, kaver novel dengan ilustrasi seorang anak berambut keriting sedang diangkat oleh dua peri dalam gelembung itu kemudian mengusik perhatian saya. Saat akan mudik saya memasukkannya ke dalam ransel.

Rasanya sudah lama sekali saya tidak membaca novel anak-anak. Barangkali terakhir kali ketika beranjak puber di masa SMA. Hingga kini saya sudah menjadi seorang ayah dari anak lelaki bernama Naradipta Nuansa Bumi.

Disclaimer. Ini adalah hasil bacaan menurut kacamata orang dewasa. Barangkali pandangannya akan berbeda dengan anak-anak. Sebab pengalaman membaca, wawasan dan standar bacaan yang dimiliki berbeda.

Sebagai novel anak, Negeri Permen layak direkomendasikan kepada anak usia 7 samapi 15 tahun. Alur dan ceritanya dapat menstimulus empati dan memperluas imajinasi. Selain itu bayak nasihat yang diselipkan oleh penulisnya di antara peristiwa yang dialami tokoh dalam novel Negeri Permen.

Pada bab pertama: Manusia Terbang dan bab kedua: Rahasia Kakek, penulis dengan cerdik menyisipkan plot yang akan menggiring pembaca memiliki rasa penasaran untuk meneruskan membaca Negeri Permen hingga tuntas. Yaitu saat Diego (Igo), tokoh utamanya melihat sesuatu (sosok manusia bersayap) yang terbang dari awan ke awan. Plot selanjutnya adalah rahasia almarhum kakek Igo. Dua plot ini membangkitkan rasa penasaran pembaca untuk terus membaca kata demi kata Negeri Permen.

Seperti yang saya tuliskan di atas, novel denga tokoh 3 generasi (Kakek, ayah dan Igo sebagai cucu) ini syarat akan nasihat dan pesan positif untuk pembaca anak-anak. Bagi para pembaca dewasa barangkali akan men-skip beberapa halaman di awal. Di mana tokoh orang dewasa memberi nasihat kepada tokoh anak-anak.

Untuk memahami bahasa peri dalam novel ini, penerbit juga melengkapi novel ini dengan kamus bahasa peri berupa kertas karton seukuran kartu nama. Di beberapa halaman pembaca akan memerlukannya. Jadi, jangan sampai hilang.

Meski bergenre fantasi, tapi pengalaman berfantasi di dunia lain (negei permen) baru akan terasa di setengah perjalanan membaca atau di halaman 58 dari 112 halaman novel Negeri Permen. Pengalaman melihat negeri permen dimulai saat Igo melampiaskan kekesalan dan kesedihannya karena ditinggal oleh kakeknya karena serangan jantung dan orang-orang tidak memercayai cerita kakek tentang hujan permen yang dialaminya saat kecil.

Sedih dan kesal, Igo memacu sepedanya hingga tersesat ke sebuah rumah tua tak berpenghuni. Di situlah Igo bertemu dengan peri Lollipop yang tidak bisa pulang ke negeri permen karena lupa mantra.

Tak disengaja kemudian Lollipop ingat mantra itu saat menolong Igo ketika terjatuh. Igo kemudian meminta tolong kepada Lollipop untuk pergi ke negeri permen. Igo ingin menyampaikan rasa berterima kasih kakaknya kepada raja karena telah menurunkan hujan permen.

Sementara itu di negeri permen, teman-teman Lolipop, Bubble dan Drippy yang ingin mencari dan menolong Lollipop agar bisa kembali ke negeri permen dihalangi oleh Menteri Xwawx yang cuek dengan keberadaan dan kondisi Lollipop.

Ending dalam novel ini terasa anti klimaks. Menggantung. Saya yakin akan ada sequel lanjutan dari Negeri Peremen. Meski begitu tetap saja penyelesaian cerita ini terasa kurang manis. Rasanya pembaca juga ingin cerita ini diakhiri dengan rasa yang segar di mulut, seperti sedang makan lollipop.

*) Rudi Rustiadi, seorang pembaca dan ayah dari Naradipta Nuansa Bumi.

Catatan tidak penting untuk penerbit: untuk cetakan kedua, sebaiknya kamus bahasa peri dituliskan di lembar akhir novel. Kalau lembaran kamus hilang, repot juga memahami bahasa peri. Lalu di halaman 70 paragraf terakhir, saat dialog antara Igo dan Lolipop, penyunting, tim tata letak, atau penyelaras akhir kecolongan dengan menyatukan dialog anatara Igo dan Lolipop dalam satu paragraf. Bagi pembaca kritis itu mengganggu. Terakhir, ini mungkin paling tidak penting. Nama penyunting di halaman kolofon mestinya ditulis dengan awal huruf kapital.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5