Pagi itu di lapangan kecil desa, sekelompok orang dari berbagai latar belakang berkumpul. Ada yang mengenakan batik, ada yang bersarung, ada juga yang memakai jaket kota. Tapi mereka semua duduk di tikar yang sama, dan saat berdiri, pundak mereka sejajar, mata saling menatap, dan senyum pun sama lebar.

Tak ada yang lebih tinggi, tak ada yang lebih rendah.
Di situ, martabat bukan ditentukan oleh gelar, jabatan, atau asal-usul—tapi oleh rasa saling menghargai. Mereka berdiskusi, bekerja sama, dan merayakan perbedaan sebagai kekuatan.

Karena di dunia yang ideal, semua manusia berdiri di tempat yang sama:
Tempat yang penuh hormat, setara, dan bersatu.

Please follow and like us:
error72
fb-share-icon0
Tweet 5