
Oleh: Justicia
Salah satu hal yang menjadi penyebab seseorang kecanduan media sosial adalah fitur infinite scroll atau menggulir tanpa ujung. Fitur tersebut memberikan kita akses tanpa henti terhadap konten yang secara spesifik disesuaikan untuk kita, yang telah diatur oleh algoritma mesin media sosial.
American Psychological Association (APA) atau Asosiasi Psikologi Amerika menyatakan bahwa fitur tersebut memberikan dampak berbahaya, khususnya bagi para remaja. Dapat dipahami bahwa masa remaja merupakan masa kritis perkembangan seseorang setelah masa golden age-nya saat bayi. Kemampuan berpikir kritis, rasa penasaran, pembuatan keputusan pribadi, serta rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya berkembang pada masa remaja ini.
Fitur infinite scroll pada media sosial ini menciptakan fenomena doom scrolling, di mana seseorang tidak dapat berhenti mengakses konten yang “disediakan” secara “khusus” oleh platform tersebut, dan lama-kelamaan kontennya cenderung bersifat negatif.
Kepala Ilmiah APA, Mitch Prinstein, menyatakan bahwa berbagai platform media sosial memang dirancang untuk membuat penggunanya terikat. Doom scrolling ini memberikan dampak negatif bagi setiap orang, namun sangat merugikan bagi remaja dan anak-anak yang belum sepenuhnya mampu mengendalikan diri, menahan diri, serta memiliki rasa penasaran yang jauh lebih tinggi.
Mereka cenderung mudah terikat pada setiap konten yang disajikan. Koneksi yang didapat secara virtual justru membawa keresahan, karena anak-anak dan remaja dicekoki oleh konten-konten yang belum dapat mereka sikapi dengan baik dan benar.
Keresahan tersebut menjadi emosi yang terpendam dan dapat meledak menjadi luapan emosi, sehingga menjadikan mereka lebih temperamental. Maka dari itu, pembatasan penggunaan gawai menjadi hal yang penting.
Mengajak anak terlepas dari jeratan konten virtual, dan membawanya kembali untuk berinteraksi dengan dunia sekitarnya, dapat membantu mengurangi ketergantungan anak dan remaja terhadap derasnya arus konten media sosial.


