Aku sekarang menulis episode tentang kampung kelahiranku, yaitu Purwakarta. Kota kabupaten antara Cikampek dan Bandung. Dulu setiap ke Bandung, sebelum ada jalan tol, pasti bus Merak-Bandung lewat Purwakarta. Kota ini jadi terkenal dan bersolek ketika Kang Dedi Mulyadi sebagai Bupati.

Aku juga jadi sering datang ke Purwakarta karena kotanya jadi bersolek dan jadi menarik sebagai destinasi wisata. Kuliner kupat tahu, nasi uduk, es campur si Ciming, sate maranggi Hj Yetty di Cibungur. Belum lagi situ Buleud, gedung tua Karesidenan, stasiun kereta api, bendungan Jatiluhur, seta patung Bima di situ Wanayasa. Purwakarta jadi istimewa di tangan Kang Dedi. Saya bangga pernah lahir di sini.

Saya lahir tepatnya di kampung Benteng, Koncara, Purwakarta, tanggal 15 Agustus 1963. Kata Emak, saya lahir Jum’at subuh. “Pake dukun paraji. Kepala kamu besar. Susah keluarnya. Emak hampir saja nggak ada umur.”

Aku terlahir dari sepasang kekasih. Bapak asli dari Purwakarta, Harris Sumantapura. Dari kampung Wanayasa. Sedangkan Emak ada keturunan dari Caringin, Labuan, Pandeglang. Nanti saya akan ceritakan siapa Bapak dan Emak. Saudaraku ada 4 – Teh Dian, Gosal, Evi, dan Iva.

Emak bercerita lagi, “Bapak membuang ari-ari kamu ke sungai Cikao.” Secara mitos, saya senang melakukan perjalanan ke mana-mana, konn katanya, mencari ari-ari saya. Barangkalai ari-aris saya dari sungai Cikao, terus ke Citarum, meluncur ke laut Jawa, dan terus melanglang buana mengitari bumi.

Gol A Gong

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia