Kali ini saya mau bercerita tentang Bapak dan Emak – bagaimana mereka bisa bertemu dan saling mencintai kemudian menikah di Kampung Benten, Koncara, Pasar Jum’at, Purwakarta. Begini ceritanya seperti yang diceritakan Emak:

Kisah cinta mereka diawali dengan pertemuan tidak di sengaja di tahun 1958. Bapak saat itu sudah mengajar teknik di STN – sekolah Teknik Negeri Purwakarta, setingkat SLTP. Lulusannya meneruskan ke STM. Bapak awalnya bercita-cita jadi tukang insinyur.

Saya bisa melihat buktinya. Bapak membangun sendiri rumahnya, juga rumah saya di Komplek Hegar Alam 40 Kota Serang. Menggambar denah serta hal-hal teknis seperti kerangka cakar ayam, campuran batu-semen tahu. Tapi Bapak gagal jadi tukang insinyur, tidk diterima di ITB. Justru diterima di STO – Sekolah Tinggi Olahraga.

Pertemuan itu dimulai di Pasar Jum’at. Emak menunggu bus hendak ke Jakarta, bahkan kadang naik kereta. Emak sekolah di SGA, ikatan dinas. Sebulan sekali pulang. Nah, seperti biasa Emak hendak membayar tanggungan ke Babah Akong. Emak biasa ngebon dulu untuk orang tua di Kampung Benteng dan setelah uang ikatan dinas keluar dibayar. Tapi saat itu, kata Babah Akong, sudah ada yang bayar.

“Siapa yang bayar?” Emak merasa heran. Babah Akong menjawab, bahwa yang membayar tagihan sembako adalah “Haris Sumantapura”.

Rupanya, Bapak pernah memergoki Emak ngebon sembako di Babah Akong. Emak ke Jakarta, Bapak ke Bandung untuk kuliah. Bapak di hari lain penasaran, bertanya kepada Babah Akong, “Siapa perempuan itu?” Babah Akong memberi tahu, bahwa perempuan itu bernama “Atisah” dan sedang sekolah guru di Jakarta.

Bapak tentu salut dan bangga, karena sedikit sekali orang Purwakarta pada tahun itu, perempuan lagi, yang menuntut ilmu. Bapak mengatur siasat agar bisa berkenalan.

Gol A Gong

Please follow and like us:
error72
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia