Oleh: Naufal Nabilludin

Beberapa waktu lalu, muncul video Raymondchins di Instagram saya yang membahas kenapa banyak orang sulit untuk benar-benar kaya. Bukan karena mereka tidak punya penghasilan, tapi karena mereka terjebak dalam sesuatu yang disebut Hedonic Treadmill.

Konsep ini menarik. Bayangkan kita sedang lari di atas treadmill—terus bergerak, tapi tidak pernah benar-benar sampai ke mana-mana. Itulah yang terjadi ketika kita mengejar kesenangan lewat konsumsi. Dapat uang, beli gadget baru, senang sebentar—seminggu kemudian, muncul rasa ingin lagi. Lagi dan lagi.

Yang paling sering terjebak justru kalangan menengah. Karena punya cukup uang untuk menikmati hidup, tapi belum cukup stabil untuk benar-benar bebas secara finansial. Dan sering kali, saat uangnya belum cukup, godaan datang dalam bentuk paylater atau pinjaman online. Kelihatannya ringan, tapi justru itu yang bikin kita makin jauh dari rasa cukup.

Saya pun jadi berpikir: seberapa sering saya sendiri terjebak dalam siklus ini? Dapat uang lebih sedikit, langsung naik gaya hidup. Makan di tempat yang lebih mahal dari biasanya, belanja lebih impulsif—seolah-olah hidup harus terus “naik kelas” untuk terasa memuaskan. Tapi nyatanya, rasa puas itu selalu sementara.

Hedonic Treadmill membuat kita terbiasa dengan standar baru. Begitu terbiasa, kita cari standar yang lebih tinggi lagi. Kebahagiaan menjadi target yang terus bergerak—dan makin kita kejar, makin ia menjauh.

Dari Konsumtif ke Investasi Emas Digital

Di tengah semua itu, saya mulai belajar untuk pelan-pelan mengubah arah. Bukan dengan berhenti menikmati hidup, tapi dengan lebih sadar dalam memilih. Salah satu langkah kecil yang saya ambil adalah investasi emas digital. Ini sudah saya lakukan sejak setahun lalu. Tapi saya baru benar-benar menyadari bahwa saya terjebak dalam Hedonic Treadmill beberapa waktu belakangan ini.

Kenapa emas digital? Karena ini tentang mengganti kebiasaan konsumtif dengan kebiasaan membangun. Tentang melihat uang bukan hanya sebagai alat untuk kesenangan sesaat, tapi sebagai bekal untuk masa depan.

Bahkan, mulai dari Rp5.000 saja sudah bisa beli emas digital. Dan anehnya, rasanya memuaskan. Mungkin karena ada rasa tenang ketika melihat tabungan bertumbuh perlahan.

Saya juga jadi lebih sadar soal gaya hidup. Bukan anti konsumsi, tapi jadi lebih paham kapan saya benar-benar butuh sesuatu, dan kapan hanya sedang bosan atau lelah.

Investasi emas jadi cara saya menekan tombol pause di treadmill itu. Supaya saya bisa berhenti sejenak, melihat ke belakang, dan merasa cukup—setidaknya untuk hari ini.

Mungkin kita semua pernah atau sedang berlari di Hedonic Treadmill. Tapi kabar baiknya, kita bisa memilih kapan mau turun, dan ke mana akan melangkah setelahnya.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5