
Oleh Muhzen Den
Saya memulai belajar menulis dimulai dari mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah, yakni mengarang liburan ke rumah nenek atau liburan ke pantai. Kemudian setelah remaja, saya belajar menulis di Rumah Dunia, waktu itu tutornya Ibu Tias, menyuruh saya untuk menulis ulasan hasil membaca buku. Saat itu saya menulis menggunakan pensil/pulpen belum bisa mengetik di komputer.
Setelah lama di Rumah Dunia, saya ikut bergabung di kelas menulis, kalau nggak salah saya ikut angkatan 3, 4, dan 5, meskipun jarang masuk. Namun, saat itu saya sudah jadi relawan, dan menulis menggunakan komputer (pinjam dari RD).
Dua puluhan tahun menuai hasil dari belajar menulis kreatif (fiksi, puisi, esai, dan berita)–karena dengan menulis saya bisa punya pengalaman, baik saat kuliah bahkan mendapatkan profesi yang saya minati di perusahaan besar sebagai editor/korektor bahasa.
Menulis Manual
Dulu sebelum punya komputer atau laptop, saya menulis manual untuk mengurangikan ide-ide di kepala. Walau pada dasarnya, tulisan tangan saya lebih mirip tulisan dokter, tapi ada kepuasan tersendiri setelah selesai menulis. Ada hal yang terlepas dari pikiran dan emosi.
Menulis di Komputer/Laptop
Harta paling berharga yang pertama kali saya miliki selain buku adalah laptop. Saya sangat excited sekali bisa membeli alat elektronik ini. Selain sesuatu yang saya harap-harap, juga membantu saya dalam menulis/mengetik ide-ide yang berjejalan di kepala.
Walaupun saat masih tinggal di Rumah Dunia saya memanfaatkan fasilitas komputer di sana untuk menulis dan mengakses dunia maya/internet. Saya merasa beruntung pernah tinggal di sana.
Dengan laptop baru itu saya bisa menyimpan beberapa ide dan menulis cerita (kebanyakan belum selesai diketik karena saking euforia). Namun, alat canggih ini membantu sekali dari dulu sampai sekarang.
Menulis di Ponsel
Berkembangnya zaman membuat teknologi dan informasi semakin pesat. Saya tidak hanya menulis di laptop saja, tapi juga memanfaatkan ponsel pintar untuk menulis. Biasanya saya menulis di laptop setelah selesai menulis di ponsel lalu ingin disunting atau diubah ke format MS Word.
Alat-alat canggih ini mendukung dan membantu saya dalam pekerjaan, baik sebagai penulis maupun pendidik. Begitu juga dengan anda yang memanfaatkan alat ini.
Menulis dengan AI
Saya baru menggunakan AI (kecerdasan buatan) yang ada di aplikasi ponsel beberapa bulan ini. Secara kebutuhan memang cepat respon untuk menggali ide menulis. Bahkan, memudahkan kita menulis dengan cepat karena ada referensi langsung dari AI.
Namun, lambat laun AI juga menuntut kita untuk berpikir praktis dan instan. Bagi penulis pemula ini akan berbahaya bagi kreativitas dan inovasi. Sebab, jika kita keseringan memanfaatkan AI untuk mencari ide atau memulai awal penulisan, ini akan menjadi candu.
Saya hanya beberapa kali saja memanfaatkan aplikasi ini. Selebihnya, memanfaatkan bahan bacaan, baik di internet maupun di buku. Sebab, kreativitas AI seperti halnya kita dibatasi untuk berpikir panjang. Sementara jika kita cari sumber-sumber dari internet atau pustaka untuk menulis akan membuat otak kita berpikir keras dan kreatif.
Itulah mengapa saya menyebut menulis dengan AI membuat kita berpikir praktis tapi kurang kreatif. Sebab, otak kita bisa menampung banyak informasi dan mengolah menjadi produk kreatif. Sementara AI adalah robot jaringan yang dibuat manusia dengan informasi dari manusia untuk memudahkan manusia. Namun, jika digunakan dengan berlebihan akan berakibat kurang baik untuk kreativitas kita.

