
Oleh: Natasha Harris
Tayangnya film Pengepungan di Bukit Duru itu bagaikan angin segar! Akhirnya Indonesia punya film baru yang bukan lagi tentang setan.
Cerita film ini berlatar tahun 2027, pas Indonesia digambarkan lagi krisis karena diskriminasi antar suku (terutama terhadap keturunan Tionghoa).
Tokoh utamanya Edwin, seorang guru pengganti yang masuk ke SMA Bukit Duri, atau sekolah buangan yang isinya anak-anak yang dianggap “bermasalah”.

Tapi niat Edwin sebenernya bukan buat ngajar, melainkan nyari keponakannya yang hilang. Sayangnya, dia malah kejebak di tengah pemberontakan para siswa.
Di situlah filmnya mulai nyentil banyak hal, yaitu tentang sistem pendidikan yang timpang, kekerasan yang dibiarkan, sampai profesi guru yang makin lama makin disepelekan.
Joko Anwar sebagai sutradara film ini berhasil ngebungkus tema berat tadi dengan cara yang mudah dicerna. Aku kagum banget, karena film ini bukan cuma kuat secara pesan, tapi juga secara teknis. Visualnya keren, tegangnya dapet, selama nonton tuh mata gak bisa lepas deh dari layar!
Tapi jujur, film ini jauh lebih brutal dari yang kelihatan di trailernya.. Jadi kamu harus siapin mental sebelum nonton.

Sebagai mahasiswa pendidikan, aku ngerasa film ini kayak pukulan keras yang bikin aku mikir, “Apa iya profesi guru bakal terus kayak gini ke depannya?”.
Buat aku pribadi, Pengepungan di Bukit Duri bukan cuma sebuah film, tapi pengalaman yang ngajak mikir. Jujur aku pengen lebih banyak film Indonesia yang kayak gini.
Yang berani angkat isu sosial, yang ngebuka mata, yang bikin kita duduk diam setelah credits naik karena masih kepikiran.
Jadi kalau kamu lagi cari tontonan yang punya makna lebih, yang gak melulu soal horor atau drama receh, film ini layak banget masuk list kamu!
*) Natasha Harris, mahasiswa Pendidikan Bahasa Korea, UPI Bandung


