Oleh: M. N Fazri

“Pak, mengapa hidup kita menderita gini,” ujar Jeje, anak perempuan yang berusia 10 tahun dengan baju sobek-sobek dan lesuh, duduk kedinginan di bawah ruko kosong malam itu.

Sambaran petir, derasnya hujan, menambah kepedihan Yono dan Jeje. Keduanya tidak punya rumah untuk sekedar singgah, keduanya tak punya tempat tinggal untuk sekedar tidur dengan nyaman.

“Hust, gak boleh begitu sayang. Kita masih bisa menikmati hidup ini, itu udah sangat luar biasa sekali.” Yono menjelaskan dengan raut muka yang tenang dan senyum yang lebar kepada anaknya.

Malam itu, sudah pukul 24:08 WIB, jalanan sudah sepi dari kendaraan, hanya ada percikan hujan yang terdengar bising di telinga keduanya. Jeje memeluk erat sang bapak, badannya menggigil hebat seperti kemasukan es dari kutub utara.

“Kita harus ke rumah sakit, badanmu semakin lemas dan pucat,” kata Yono, mulai cemas dan khawatir dengan kondisi anak semata wayangnya, sebab sang istri memilih untuk cerai karena tidak kuat lagi menahan penderitaan kemiskinan.

Air mata Jeje keluar tanpa diundang, tangannya memegang perut dengan sangat kuat, mulutnya ingin berkata namun tenaganya sudah tidak ada. Sampai akhirnya Yono mendekatkan telinganya ke mulut Jeje.

“Jaga diri baik-baik, Pak. Aku sayang bapak.”

Mendengar perkataan itu, Yono langsung menerobos hujan yang sedari tadi masih sangat deras. Ia mengetuk pintu demi pintu rumah warga yang ditemuinya di area tersebut.

“Pak/Bu, tolong anak saya. Tolong bukakan pintunya,” pinta Yono dengan suara lantang, air mata mengalir deras dari pipinya.

Dari sekian banyak rumah yang ia ketuk, tidak ada satu pun yang membukakan pintu. Tanpa pikir panjang, Yono memecahkan jendela salah satu rumah warga yang bangunannya cukup mewah.

“Breng…. Breng… Breng”

Suara kaca pecah terdengar oleh pemilik rumah, segera ia keluar untuk mencari sumber suara.

“Pak, tolong! anak saya sudah tak berdaya. Tolong bantu selamatkan,” teriak Yono, berharap ada rasa belah kasih dari pemilik rumah.

Bukannya iba dan sedih melihat kondisi keduanya, sang pemilik rumah malah meneriaki mereka maling.

“Ada maling, maling, maling…. “

Seisi rumah langsung terbangun dan mendekati sumber suara. Tanpa basa-basi, mereka memukul Yono dengan gagang sapu, pentungan dan lemparan benda tajam. Tragis, Yono dan Jeje mendapatkan perilaku yang kejam, keduanya meninggal di tempat.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5