
Oleh: Zaeni Boli
Jika dilempar pertanyaan: apa urgensinya mencorat-coret baju saat momen kelulusan? Entah kebiasaan ini ada sejak kapan, dan siapa yang memulainya pun tidak diketahui secara pasti. Tapi mari kita coba merenung dan berpikir: apa manfaat dari corat-coret baju dan kebiasaan buruk lainnya saat momen kelulusan?
Khususnya bagi anak-anak remaja lulusan SMA dan sederajat—bukankah momen kelulusan justru merupakan langkah awal dari perjuangan hidup yang sesungguhnya?
Tidak bisa ditampik bahwa kelulusan adalah momen kebahagiaan yang, bagi sebagian besar dari kita, sayang jika dilewatkan tanpa perayaan. Momen yang akan selalu dikenang… Tapi benarkah akan selalu dikenang? Paling-paling, satu dua tahun berlalu, kita mulai pelan-pelan melupakan keakraban bersama teman. Berganti dengan suasana kehidupan yang baru, rutinitas yang baru, yang membelenggu.
Apakah momen kelulusan adalah momen “kemerdekaan” yang layak dirayakan secara berlebihan? Bukankah setelah ini akan ada jalan panjang dan terjal, yang mesti dihadapi dengan kesungguhan dan tekad?
Di sekolah, kamu bisa saja sering dimarahi guru, diberi sanksi—tapi itu semua demi membangun karakter agar menjadi lebih baik. Di luar sekolah, semua hal harus dikerjakan secara mandiri dan bertanggung jawab. Ambil contoh di dunia kerja: jika kita malas-malasan, maka risikonya adalah kehilangan pekerjaan, tentunya.
Andai saja anak-anak menyadari bahwa lulus dari SMA barulah langkah awal dari perjuangan panjang menghadapi kehidupan dunia yang tak selalu seperti yang kita inginkan… Mungkin mereka akan mengerti bahwa kebahagiaan yang berlebihan hanya akan mendatangkan derita yang panjang di kemudian hari.
Dunia memiliki hukum sebab-akibat. Jika kita benar-benar bersungguh-sungguh dalam berusaha, maka Tuhan akan membukakan jalan bagi kehidupan yang lebih baik.
Merayakan kelulusan adalah hak, tapi terlalu berlebihan juga kurang bijak. Bukan soal menggurui, tapi andai anak-anak ini berpikir… mungkin ada adiknya yang masih membutuhkan seragam sekolah. Toh pakaian yang masih baik itu bisa dihibahkan pada adik yang lebih membutuhkan—dan itu jauh lebih bermanfaat.
Catatan ini terinspirasi dari seorang siswa yang memilih masa depan daripada kesenangan sementara, di sebuah ruang kelas, sebelum masa ujian berakhir.

