
Puisi Gol A Gong
IKAN DALAM AQUARIUM
Anakku meraba kaca, ikan memangsa
anakku menangis, ekor ikan bergoyang
anakku memukul kaca, ikan sembunyi tergesa
: bebaskan ikan,bebaskan ikan!
Anakku mengambil batu, ikan tak leluasa
anakku memecah kaca, tubuh ikan melayang
anakku meraup ikan, insang ikan tersiksa
: bawa ke sungai, bawa ke sungai!
Anakku berlari mengejar mimpi, ikan jadi raksasa
anakku dimakan ikan, aku lupa sembahyang
setiap hari aku ke muara, mencari ikan raksasa
: siapa beli aquarium, aquarium!
Anakku menjadi ikan, aku menangis nelangsa
anakku sembunyi di karang, aku si ayah malang
: sini, nak, sini! Ini bukan dongeng!
*) Rumah Dunia, Serang 31-07-08

“IKAN DALAM AQUARIUM” adalah puisi naratif-simbolik yang sangat kuat secara emosional, dengan lapisan makna yang kompleks. Yuk kita pecah jadi beberapa bagian:
1. Tema dan Makna
Puisi ini memuat beberapa tema utama:
- Kebebasan vs. Pengekangan
- Mimpi dan realitas
- Hubungan orangtua-anak
- Penyesalan dan spiritualitas
Simbolisme Ikan dan Aquarium
- Ikan bisa dimaknai sebagai jiwa atau mimpi anak yang dikurung atau dibatasi. Ikan dalam aquarium bukanlah ikan yang bebas, melainkan yang dipajang.
- Aquarium melambangkan batasan atau sistem—bisa berupa pendidikan, budaya, orangtua, atau bahkan dunia modern—yang membatasi kebebasan alamiah seorang anak.
Stanza 1 & 2: Perjuangan Anak
“Anakku meraba kaca, ikan memangsa
anakku menangis, ekor ikan bergoyang…”
Di sini anak tampak penasaran, ingin berinteraksi, tapi dibatasi oleh kaca—jarak antara keinginan dan kenyataan.
Anak menjadi simbol jiwa yang murni dan ingin membebaskan, bahkan jika harus merusak kaca.
“Anakku memecah kaca, tubuh ikan melayang…”
Ini adalah aksi pemberontakan, sebuah usaha untuk membebaskan, meskipun dengan konsekuensi tragis—ikan justru tersiksa. Kebebasan tidak selalu berujung bahagia bila tidak dipahami dengan matang.
Stanza 3: Mimpi & Ketidaksiapan Orangtua
“Anakku berlari mengejar mimpi, ikan jadi raksasa
anakku dimakan ikan, aku lupa sembahyang…”
Baris ini sangat kuat.
Ketika anak mengejar mimpi (yang tadinya seekor ikan kecil), mimpi itu bisa tumbuh begitu besar dan menelan dirinya sendiri.
Ayah “lupa sembahyang”, simbol bahwa ia lupa memandu secara spiritual dan emosional.
Stanza 4: Penyesalan dan Keputusasaan
“Anakku menjadi ikan, aku menangis nelangsa…”
Anak menjadi bagian dari dunia itu sendiri, bukan lagi bisa dijangkau sang ayah.
Ayah kini berada di posisi yang malang, penuh penyesalan, dan ingin memanggil kembali—tapi sudah terlambat.

Repetisi dan Struktur
Penggunaan repetisi seperti:
“: bebaskan ikan, bebaskan ikan!”
“: bawa ke sungai, bawa ke sungai!”
“: siapa beli aquarium, aquarium!”
“: sini, nak, sini! Ini bukan dongeng!”
…membangun ritme mantra atau doa, seolah si ayah sedang berusaha menebus kesalahan lewat seruan emosional.
Kesimpulan
Puisi ini bukan hanya tentang anak dan ikan. Tapi tentang:
- bagaimana kita memaksa “mimpi” untuk hidup dalam batasan,
- bagaimana niat baik bisa berubah bencana,
- dan betapa pentingnya peran orangtua dalam membimbing, bukan mengurung.
Tim GoKreaf/ChatGPT

REDAKSI: Tim Redaksi golagongkreatif.com sengaja berdialog dengan ChatGPT tentang puisi-puisi Gol A Gong. Kita akan melihat sejauh mana keceRdasan buatan ini merespon puisi-puisi Gol A Gong. Supaya tidak salah paham, puisi-puisinya ditulis asli oleh Gol A Gong. Kebanyakan puisi-puisi lama. Semoga metode adaptasi dengan kecerdasan buatan ini membuka wawasan berpikir kita tentang isi hati penyair. Selebihnya, kita tertawa bahagia saja, ya. Jangan terlalu serius, ini hanya puisi.

