Oleh: Zaeni Boli

Setiap daerah memiliki ruang-ruang publikโ€”ada yang hidup, ada yang mati suri. Biasanya, ruang publik yang mati suri dibangun tanpa riset yang baik sejak awal. Hal ini banyak terjadi di Bandung, juga di kota-kota lain di Indonesia. Tak terkecuali kami di Flores Timurโ€”banyak ruang publik yang terbengkalai dan terkesan mubazir.

Sebagai seniman yang biasa beraktivitas bersama anak-anak muda di Flores Timur, khususnya bersama Bengkel Seni Milenial, saya tergerak untuk memanfaatkan ruang publik yang terbengkalai sebagai tempat latihanโ€”seperti yang kami lakukan sore ini, 22 April 2025. Kami menggunakan panggung di atas pertokoan terbengkalai milik Pemda Flores Timur, yang terletak di belakang Terminal Weri, Larantuka. Di sinilah kami berlatih.

Kami menjadi salah satu kelompok seni yang kerap menggunakan ruang ini untuk kegiatan kesenian. Kami berharap, ruang ini hidup kembali lewat aktivitas seni. Ruang-ruang seperti ini mesti terus diperjuangkan dan diaktifkan agar mampu menghidupkan komunitas. Dibutuhkan militansi dalam pergerakan, terlebih di kota yang kesenian teaternya belum mendapatkan tempat yang layak. Perjuangan ini tidaklah mudah.

Tapi di hati kami, tak ada kata menyerah.

Sore yang cerah dan sedikit hangat ini menjadi latihan perdana setelah libur Paskah. Latihan Bengkel Seni Milenial dihadiri oleh Ketua Komunitas Jejak Zaman, Yan Surahman, yang sekaligus mengabarkan tentang lomba menulis profil pendidik yang diadakan Komunitas Jejak Zaman dalam rangka Hari Pendidikan.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5