Oleh: Zaeni Boli

Saya pikir, obrolan buku bersama bapak-bapak bakal menyenangkan, fun, dan penuh canda. Ternyata saya salah—orang tua lebih suka hal-hal serius, meski tetap ada guyonan.

Pagi ini, saya melempar pertanyaan di hadapan mereka: kira-kira buku apa yang pernah mereka baca, masih diingat, dan menginspirasi mereka dalam hidup? Saya terkejut dengan jawaban bapak-bapak—teman-teman guru ini. Memang, circle menentukan.

Tema obrolan kali ini bukan sekadar tongkrongan bapak-bapak biasa, melainkan teman-teman guru yang juga bersentuhan dengan nilai-nilai religius.

Tapi, bicara tentang religiusitas, ternyata bapak-bapak ini semasa kuliah justru melahap buku-buku yang menurut saya cukup ekstrem—meski saya belum pernah membaca atau mengetahui karya tersebut, hanya baru mendengar dari mereka.

Salah satu bapak, semasa kuliah tahun 2007–2008, pernah terkesima dengan sebuah buku berjudul Iblis Menggugat Tuhan. Kata si bapak, buku ini ditulis oleh Qomaruddin Hidayat. Namun, setelah dicek kembali, ternyata ada dua versi buku berjudul Menggugat Tuhan, dengan penulis berbeda:

  1. F. RahardiMenggugat Tuhan, diterbitkan oleh Obor pada tahun 2018. Buku ini berisi refleksi pribadi seorang Katolik dalam menghayati imannya. F. Rahardi dikenal sebagai penulis, penyair, wartawan, dan pemerhati pertanian.
  2. Shawni (Da’ud ibn Tamam ibn Ibrahim al-Shawni)Iblis Menggugat Tuhan (judul asli The Madness of God). Novel ini mengangkat kisah Iblis yang mempertanyakan konsep kepatuhan buta dan kehendak bebas di hadapan Tuhan.

Entah, mungkin ada tiga buku dengan judul serupa.

Dari judulnya saja sudah cukup membuat kita merenung. Pikiran saya jadi kurang fokus, tapi saya lumayan penasaran dengan buku yang dibaca salah satu bapak dalam tongkrongan ini.

Lalu, seorang bapak yang lebih muda—meski bacaan tak seekstrem buku pertama—menyebut judul buku yang juga cukup mengganggu pikiran: Melawan Takdir, yang konon sudah diangkat menjadi film.

Wah, ternyata referensi bacaan para bapak ini luar biasa.

Sementara itu, bapak yang lebih tua bercerita bahwa, sebagai lulusan seminari (semacam pesantren dalam Islam), ia lebih menyukai buku-buku filsafat.

Apalah daya kami yang hanya sampai di Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka.

Selamat Hari Buku Sedunia! Untuk kita yang mencintai dunia literasi.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5