
lihat matanya telanjang menatap langit lepas
tengadahkan jarinya menjura ke atas
bermandikan matahari yang menyegat dengan ganas
meski bumi dan hutan jati bersijingkat
setia berpeluk dengan derasnya keringat
demikian garis telah tertulis
menerima nasib sebagai perempuan pemanis
terkungkung oleh aturan
feodal tak bisa disangkal
kehendak yang selalu tertolak
bersejati dengan diri yang mandiri
pikiran merdeka jiwa merdeka
tapi tradisi selalu menghalangi
wanita dijajah pria
dijadikan perhiasan sangkar emas
hanya sebatas "konco wingking"
setiap saat untuk terpelanting
hanya bisa merima nasib seperti ranting
kapan saja bisa patah melenting
tak ada aduh
hanya bisa patuh
tak demikian
tak harus ada yang berani melebur
agar wanita tak dijadikan sumur
tapi berderajat
yang setara dengan pria
hak yang sama
kodrat yang membeda
laju-laju melaju laju
mendobrak ketertindasan dengan mengasah kecerdasan
membaca menjadi jendela dunia
wanita tak lagi terperdaya
bergerak maju seiring sejalan
mencapai kesetaraan
kartini pemecah mimpi
pahlawan bagi kaumnya
sepanjang masa
Bekasi, 22-4.2025
Penggalan dari sajak berjudul “Perempuan Pemecah Mimpi” karya Dyah Kencono Puspito Dewi telah dibacakannya dengan suara lantang, menghentak, dan membahana, sesuai dengan semangat perjuangan R.A. Kartini dalam emansipasi dan pendidikan kaum perempuan di Indonesia.
Acara panggung perjuangan berupa parade baca puisi penyair perempuan Merah Putih di Museum Benyamin Sueb, depan Stasiun KA Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat sore (25/4/2025), berlangsung semarak, diwarnai semangat Kartini Indonesia.

“Acara ini memang untuk merespons cita-cita R.A. Kartini sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia. Sebanyak 23 penyair perempuan Merah Putih yang telah eksis dan memiliki karya berupa buku antologi puisi hadir untuk merespons cita-cita tersebut, baik melalui pembacaan puisi maupun musikalisasi puisi. Dari perempuan dan untuk perempuan,” ujar Moctavianus Masheka, Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) saat memberikan sambutan membuka acara sastra tersebut.
Sementara itu, Encu, UP Museum Benyamin Sueb, mengucapkan terima kasih kepada TISI yang telah memprakarsai acara ini dengan baik, sehingga diharapkan Museum Benyamin Sueb dapat semakin dikenal masyarakat luas.
“Apalagi telah hadir para penyair perempuan dengan penampilan Kartini-Kartini sejati, bahkan ada yang datang dari Provinsi Jambi. Terima kasih kepada Bung Octa, Ketua TISI, yang diharapkan acara ini dapat turut mendukung Kota Jakarta menuju Kota Global, sehingga perlu dukungan dari para seniman. Sukses Kartini, sukses Jakarta,” katanya.
Pada kesempatan pembukaan acara panggung perjuangan penyair Merah Putih — yang juga disambut oleh Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur, diwakili Cininta Kirana Karima — Ketua Jagat Sastra Milenia (JSM), Riri Satria, mengatakan bahwa event atau acara baca puisi terdiri dari tiga bagian.
“Event pertama, puisi dibacakan di hadapan para penyair saja, sehingga masyarakat umum tidak mengerti. Kedua, baca puisi di hadapan langsung masyarakat. Ketiga, baca puisi di hadapan langsung para pejabat negara,” ucapnya.

Ia juga mempertanyakan, apakah puisi hanya dibacakan di depan penyair atau komunitas sastra saja dan tidak sampai kepada khalayak ramai.
“Padahal, karya puisi juga membutuhkan perhatian dari negara atau pemerintah serta sponsor dari pihak swasta, sehingga dapat berdampak luas kepada masyarakat umum,” katanya.
Riri Satria juga mengingatkan bahwa seorang penyair ketika membaca puisi bukan sekadar berteriak atau beremosi, tetapi harus mengerti isi puisi yang dibacakan.
“Kita harus paham dulu isi puisi yang akan dibacakan, baru setelah itu kita laksanakan,” jelasnya.
Masih Dalam Rangkaian Hari Kartini
Masih dalam rangkaian peringatan Hari R.A. Kartini, Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) dengan dukungan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur serta bekerja sama dengan Jagat Sastra Milenia (JSM), menggelar panggung perjuangan penyair perempuan Merah Putih di Museum Benyamin Sueb, seberang Stasiun KA Jatinegara, Jakarta Timur, pada Jumat, 25 April 2025 mulai pukul 15.30 WIB.
“TISI menggelar panggung perjuangan para penyair Merah Putih masih dalam rangka peringatan Hari R.A. Kartini, yang didukung sepenuhnya oleh Bapak Berkah Shadaya, Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur, serta bekerja sama dengan Jagat Sastra Milenia,” jelasnya pada Kamis malam (24/4/2025).
Karya-karya puisi yang ditulis dan dibacakan para penyair perempuan Merah Putih lebih terfokus pada tema sentral perjuangan emansipasi dan pendidikan kaum perempuan di Indonesia, sesuai cita-cita R.A. Kartini.

“Selain pembacaan puisi, juga diselingi dengan musikalisasi puisi,” ucap Bung Octa, yang juga dikenal sebagai penyair dan sutradara FTV.
Ditambahkannya, dalam beberapa tahun terakhir ini, Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) telah hadir di berbagai event nasional di dunia sastra Indonesia, seperti Satu Abad Chairil Anwar, Anugerah Sastra Sutardji Calzoum Bachri (2023), Anugerah Sastra Taufik Ismail (2024), dan tahun ini (2025) direncanakan akan memberikan Anugerah Sastra kepada Putu Wijaya.
Sejak tahun 2021 hingga 2024, TISI telah menerbitkan sebanyak 16 buku antologi puisi bersama. Pada Mei 2025, TISI akan menerbitkan kembali buku antologi puisi berjudul “Swara-Swara Anak Pulau” (Ahli Waris Sah Republik Indonesia) yang menurut rencana akan diberi kata pengantar oleh Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon.
Selain itu, TISI sebagai komunitas sastra juga mengadakan workshop menulis dan membaca puisi untuk masyarakat umum.
Puluhan penyair perempuan Indonesia tampil di atas Panggung Perjuangan Penyair Perempuan Merah Putih untuk membaca puisi dalam rangka Hari Kartini 2025 di Museum Benyamin Sueb, Jatinegara, Jakarta Timur.
Mereka yang tampil antara lain: Silvy, Devie Matahari, Dyah Kencono Puspito Dewi, Erna Winarsih Wiyono, Fanny Jonathan Poyk, Mita Kotoyo, Nunung Noor El Niel, Nurhayati, Shantined, Rini Intama, Rissa Churria, Gerimis Saba, Anisa Dwi Wahyuningsih, Anggit Anker Cils, Tersajakkanlah, dan Nuyang Jaimee.
Acara sastra sore hari di pelataran Museum Benyamin Sueb juga diselingi sejumlah kuis interaktif berhadiah uang tunai dan sejumlah buku antologi puisi yang disumbangkan oleh para penyair perempuan.
Kontributor: Lasman Simanjuntak
