Oleh Muhzen Den

Setiap kali masuk ke toko buku atau scroll media sosial yang menampilkan buku-buku terbaru, rasanya ingin sekali membeli dan membaca buku tersebut.

Entah, ini kebiasaan atau kelemahan kita sebagai pembaca maupun penulis. Membaca buku atau mendapatkan informasi adalah sebuah keharusan bagi otak kita. Tapi, ketika dihadapkan pada berbagai macam buku baru dan terperangkap di ruang perpustakaan, kita kadang lupa pada setumpuk buku lama di rak rumah atau kamar kita yang tak terawat mungkin sehingga berdebu.

Memang baik kita sebagai manusia haus akan ilmu pengetahuan dan informasi. Namun, jika pada kondisi berpaling dari yang lama lalu menuju ke yang baru, itu tandanya kita kurang setiap. Dalam arti, mudah tergoda dengan hal-hal yang baru dan menarik.

Kebiasaan beli buku baru dan menumpuknya di rak buku, baik hanya dibaca beberapa halaman, satu bab, satu buku selesai, ataupun tidak sama sekali, bisa berdampak baik dan juga tidak baik.

Sebagai pecinta buku atau kutu buku, kita senang-senang saja membeli buku baru lalu menyimpannya di rak. Namun, bila kebiasaan membeli buku baru tanpa ditindaklanjuti dengan membacanya, berarti kita sedang tidak baik-baik saja.

Menurut laman fimale.com bahwa kebiasaan membeli buku baru dan menumpuknya di rak atau di rumah disebut Tsundoku.

Seperti dilansir melalui BBC dan The Jakarta Post kata “Tsundoku” berasal dari kalimat bahasa Jepang, yaitu “tsumu” atau mengumpulkan dalam arti menumpuk, dan “Dokusho” atau kebiasaan membaca. Kata ini sudah lama ditemukan sejak zaman era Meiji.

Tsundoku Beda dengan Bibliomania

Selain itu, Istilah tsundoku juga hampir mirip dengan bibliomania. Namun, masih banyak juga orang salah dengan istilah bibliomania ini karena menyamakan dengan tsundoku. Ternyata kedua kata tersebut memiliki makna berbeda.

Jika tsundoku mengarah pada ketidaksengajaan menumpuk buku-buku yang ingin dibaca namun berujung tidak sempat, bibliomania mengacu pada kondisi seseorang mengoleksi buku secara berlebihan yang mengarah pada tingkat kerusakan kemampuan komunikasi dan kesehatan tubuh.

Keduanya bisa jadi berbahaya sebab dengan mengalami tsudoku, buku-buku yang ditumpuk akan menyebabkan debu serta tumpukan kotoran lain. Begitu juga sebaliknya, dengan mengalami bibliomania, kita secara kesehatan sedang tidak baik-baik saja.

Andai buku-buku bisa protes atas apa yang kita lakukan terhadapnya, mungkin mereka akan menghilangkan dari pandangan kita. Bisa saja buku-buku menjelma seperti monster atau hantu seperti di film-film sehingga membuat teror kepada kita. Ih, fiksi banget! Jangan sampai ya. Boleh beli buku baru, tapi buku lama tetap dibaca. Bergiliran.

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5