
Puisi tentang Perantauan
Merantau adalah perjalanan mencari, menemukan, dan kadang, kehilangan. Setiap langkah
yang menjauh dari rumah adalah sebuah cerita, setiap rindu yang tertahan adalah puisi yang
menunggu dituliskan. Dalam kumpulan puisi ini, perantauan bukan sekadar perpindahan tempat,
tetapi juga perpindahan rasa—dari haru yang diam-diam mengendap, kesepian yang
mendewasakan, hingga kehangatan yang ditemukan dalam pelukan. Semoga puisi-puisi ini
menemani perjalanan kalian, kemanapun hati kaki dan hati membawamu.
Erika Az Zahra Nurcahyani



Erika Az Zahra Nurcahyani
LANGKAH PERGI
Kusimpan sedikit rumah di saku celana,
selebihnya kutinggalkan di piring-piring retak,
di pintu yang selalu berdebat dengan angin.
Ibu masih berkelahi dengan pagi,
adik melempar kata seperti serpihan kaca,
ayah pulang sebentar, lalu pergi lebih lama
meninggalkan suara-suara yang tak selesai.
Aku pergi,
bukan melupakan,
hanya ingin mencari yang belum ditemukan.
Cita-cita masih kabur,
seperti wajah sendiri di kaca berembun,
tapi langkah tetap melangkah, sebab jalan lebih mengerti arah
daripada mulut yang sibuk berbantah.
Kelak, aku pulang tanpa banyak kata,
tanpa membawa apa-apa selain diri yang utuh,
dan rumah akhirnya bisa duduk tenang,
tak lagi perlu memperebutkan luka.
2025
oOo

Erika Az Zahra Nurcahyani
PERJALANAN YANG MEMANGGIL
Malang kutinggalkan di sudut koper,
bersama bau hujan yang malas reda,
dan jalan-jalan sempit yang hapal langkahku
lebih dari aku sendiri.
Yogyakarta menyambut dengan napas panjang,
jalanan tua bercerita tentang yang datang dan pergi,
cahaya lampu belajar di kamar sewa
lebih setia dari rindu yang enggan pulang.
Di kota ini, aku mencari makna,
menyusuri gang-gang yang menulis ulang langkahku.
Apa yang kucari belum punya nama,
tapi langkahku terus, sebab sunyi pun menjawab.
2025
oOo

Erika Az Zahra Nurcahyani
SAMA-SAMA JAWA
Katanya, Malang dan Jogja sama-sama Jawa—
tapi angin di sini tak mengenalku,
logatnya lembut tapi meringis,
dan senyapnya seperti sumur yang menyimpan nama-nama asing.
Pagi tak lagi beraroma rawon,
melainkan doa-doa yang tersesat di jalan menuju kos.
Malam tak berisi suara ibu dari dapur,
hanya jam dinding yang bicara pelan tapi pasti:
kau sendiri.
Sempat goyah—
langkahku gemetar seperti huruf di kertas ujian,
tapi aku telah menandatangani takdir ini
dengan tinta yang tak bisa dihapus air mata.
2025
oOo

Erika Az Zahra Nurcahyani
JARANG PULANG
Pulang, bagiku,
adalah kata kerja yang mahal ongkosnya.
Setahun sekali, syukur-syukur dua.
Kadang cuma bisa lewat telepon
yang suaranya patah-patah seperti kenangan.
“Kapan pulang?” tanyanya.
Aku jawab dengan senyum yang tak bisa dikirim lewat paket.
Sisanya tak banyak tanya,
tapi aku tahu, rindu juga bisa diam-diam menua.
Di kamar kos,
aku menyimpan rumah dalam lipatan baju,
menggulung kampung halam jadi bantal,
dan menidurkannya tiap malam
dengan cerita-cerita yang tak sempat diceritakan.
2025
oOo

Erika Az Zahra Nurcahyani
TAK PERNAH KUCUCI
Di rantau,
aku belajar bahwa pelukan,
bisa lebih hangat dari selimut,
dan lebih jujur dari doa yang lupa dipanjatkan.
Teman memelukku saat aku tak sempat menangis,
menepuk bahuku seperti ingin bilang:
“Tenang, kita ini cuma sedang jauh,
bukan sendirian.”
Ada hari-hari ketika rumah terasa terlalu jauh,
dan dunia terlalu sempit,
tapi pelukan itu—
yang tak dibungkus basa-basi—
mengajarkanku untuk tinggal,
walau ingin pulang.
Kadang kupikir,
pelukan teman di rantauan
adalah satu-satunya hal
yang tak pernah kucuci dari bajuku.
2025
oOo


TENTANG PENULIS: Erika Az Zahra Nurcahyani – seorang perantau yang menjahit langkah dengan kata. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia yang percaya bahwa setiap perjalanan adalah cerita yang menunggu dituliskan. Dari kota asalnya, ia membawa rindu dalam saku, lalu menaburkannya di lembar-lembar puisi dan prosa. Baginya, merantau bukan sekadar berpindah tempat, tetapi juga menemukan diri
dalam jejak-jejak yang ditinggalkan.

PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com . Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya..

Wow puisinya keren sekali kak erika, semangat terus berkarya ❤️
selalu keren kamu, er. always support dan doa baik menyertaimu. sukses seterusnya<3
wowwww cocok banget buat anak rantau nih