
Sejak SD ketertarikan saya pada puisi sudah muncul. Sehingga saya acap menuliskan hal-hal yang menurut saya menarik di buku-buku catatan pelajaran sekolah saya (hampir di semua buku dan letaknya di bagian belakang). Sampai akhirnya saya dapat membeli buku khusus untuk menuliskan puisi-puisi saya. Kebiasaan-kebiasaan itu terus berlanjut sampai kini (namun tentu saja tidak saya tulis di buku lagi, melainkan laptop atau ponsel saya).
Puisi-puisi yang saya tulis ini, sejujurnya adalah rekaman-rekaman peristiwa atau kejadian yang pernah saya dengar (diceritakan) pun saya saksikan dari orang-orang yang saya kenal, seperti teman, temannya teman saya, dan mungkin diri saya sendiri.
Dengan kerendahan hati, terimalah puisi-puisi saya ini sebagai persembahan kepada siapa saja yang menyukai puisi dan tentu saja mau pula membacanya. Sungguh, puisi ini mampu menjadi cenderamata kecintaan saya kepada puisi (sastra).
Selamat membaca.
MarS


oOo

Puisi Mars
Trotoar dan Sepotong Semangka
apakah kau masih ingat Anggara, bulan seperti sepotong semangka itu?
(kita berjalan lambat di trotoar Cikini dan tiba-tiba tukang kopi keliling mengagetkan kita dengan dering klakson sepedanya sehingga memantik kau untuk sesegera mungkin ngedumel, “Ini bukan untuk sepeda kayuh atau sepeda motor!”)
tangan kita saling menggenggam seolah tak akan lepas, sekalipun, misalnya: seorang anak balita ingin menerobos di sela-sela tangan kita. sebab apa yang sudah aku genggam tidak akan pernah aku lepaskan, begitu katamu di lain trotoar pada kencan yang entah keberapakalinya.
“Masih jauh stasiunnya?” kataku.
kau mengangguk dan menggodaku dengan sebuah kalimat seorang bahadur, “Kalau kau lelah aku mampu menggendongmu sampai ke staisun.”
tentu saja aku tidak mau. selain aku bosan melihatmu berkeringat, aku juga ingin kita menikmati buah semangka yang bercahaya itu. buah yang selalu ingin kita caplok dan kita minum cahayanya sampai puas; sampai mabuk.
(tiba di stasiun kita selalu berdebar: mungkinkah kita bertemu kembali?)
2025

oOo
Puisi Mars
Pertimuran
aku tumbuh dari Timur
kau mekar saat di Selatan
tapi bukan di Utara
atau barangkali di Barat
kita bertemu rupa
melainkan; di Pertimuran
kedai kopi yang awalnya
sepi namun belakangan
entah mengapa menjadi
ramai dan tampak sibuk
“Japanese satu dan V6 satu!”
katamu yang sudah hapal
kopi kesukaanku dan kamu
yang mulai suka kopi:
aku dingin, kau panas
dua kutup yang saling
kompromi demi sekadar
duduk berlama-lama, dan
saling memandang:
kau melihat jauh ke depan
aku menoleh ke belakang
tak kunjung usai
2025

oOo
Puisi Mars
Sepanjang Waktu
Pada malam itu
Malam untuk pertama kalinya aku tidur bersamamu
Aku menduga itu pastilah malam yang paling indah dalam hidupku yang singkat ini
Tapi aku keliru, malam terindahku ternyata adalah malam di mana kau mengacuhkanku, namun perasaanku bertambah-tambah luasnya mencintaimu.
Matamu, oh matamu
Aku rubuh tak berdaya
Ia bagai gelegar sekaligus pukulan yang lembut
Yang oleh karenanya aku menyerah: menyerahkan diriku sepenuhnya.
Bibirmu, oh bibirmu
Aku serupa amatiran takkala mencoba menyelaminya
Namun seketika pula aku paham dan menjadi mahir oleh keramahtamahanmu.
Dan rambutmu, sungguh
Tak puas-puas dahagaku membelainya
Kukecup keningmu sebagai terima kasihku
Atas cintamu yang begitu panjang seperti rambutmu.
Bolehlah kupeluk dirimu sepanjang waktu?
2025

oOo
Puisi Mars
Selamat Jalan Cinta
apa boleh buat. tidak semua selesai dengan cara yang kita suka atau yang salah satu dari kita suka. tapi paling tidak beberapa hal yang telah lewat, mungkin bisa menjadi bekal kelak bila kangen datang menyerbu. berjalanlah kita serupa dua peta di tangan petualang–hingga masa menyadarkan kita; kita hanya pelancong semata yang menyukai tempat-tempat baru dan berbahaya. selamat jalan cinta!
2025

oOo
Puisi Mars
Putus
serupa tali layang-layang;
putus dan terbang di bawa angin
jauh ke selat Gibraltar: rinduku
masih betah di sini. dan
sebentar lagi hujan Januari
mekar serupa ribut-ribut
kita dahulu yang tak
kunjung berkesudahan.
2025

oOo
Puisi Mars
Lembur
Demi apa coba
kau panjangkan
waktu kerjamu?
Demi anak
yang sekolah
yang tak tahu
di mana bapaknya.
Demi bapak
yang masih
menung-menung
sejak ibu jadi linglung.
2025

Puisi Mars
Di Pasar
Di pasar pagi
harga-harga
melambung tinggi.
Di pasar pagi
aku bingung
Tegak-tegak berdiri.
Di pasar pagi
bolehkah kugadai
harga diri?
2025

oOo



TENTANG PENULIS: Lely Susanti (nama pena Mars). Lahir di Madiun, 1986. Ia seorang ibu rumah tangga. Sedari SD sudah menyukai sastra: Puisi dan Cerpen. Saat ini tinggal di Jakarta. Media Sosial IG: leellyndee

PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com. Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya.
