
Serang, 11 Mei 2025 — Komunitas Rumah Dunia kembali menggelar panggung sastra dengan menghadirkan novel Menata Hati di Ujung Senja karya Najwa Fadia, penulis sekaligus Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Tangerang.
Dalam acara yang berlangsung pada Minggu, 11 Mei 2025, pukul 13.00 WIB di Rumah Dunia, Najwa Fadia membagikan kisah di balik novelnya yang mengangkat realita pahit seorang perempuan yang mengalami perceraian di usia senja.
“Novel ini diangkat dari kisah nyata seseorang yang mengalami perceraian di usia senja ketika sudah punya dua cucu. Proses curhat narasumber dalam tokoh ini ke penulis sudah lima tahun, namun proses menulisnya hanya beberapa bulan saja,” ujar Najwa di hadapan peserta.

Najwa mengungkapkan bahwa tokoh utama dalam novelnya, Inayah, adalah sosok perempuan dewasa yang memutuskan bercerai demi mengakhiri penderitaan batin yang ia alami selama bertahun-tahun dalam pernikahan.
“Pesan dari novel ini bahwasannya perempuan bisa mengambil sikap. Perempuan itu tidak hanya pasrah saja dengan pernikahannya,” ungkap Najwa.
Najwa juga mencerminkan realitas sosial di Pandeglang, tempat asal narasumber kisah, di mana banyak perempuan memilih diam meski hidup dalam rumah tangga yang “anyep” atau hambar karena tidak ada lagi rasa cinta di antara pasangan.

Sebagai pembedah, Ayu Alfiah Jonas, kurator cerpen Kurungbuka.com, memberikan pandangan kritis dan mendalam melalui esainya berjudul Benturan Eksistensial Perempuan dan Laki-laki. Menurut Ayu, novel ini tidak sekadar kisah cinta yang kandas, tapi lebih sebagai panggung pertarungan eksistensial antara tokoh perempuan dan laki-laki.
“Novel ini adalah benturan eksistensial yang dialami perempuan dan laki-laki. Dalam situasi yang sama, keduanya merefleksikan diri dengan cara yang sama sekali berbeda. Tokoh utama, Inayah, digambarkan sebagai sosok yang memilih membebaskan diri dari relasi yang menyakitkan, sementara suaminya, Bramantyo, terjebak dalam “toxic masculinity” yang membuatnya enggan menghadapi kenyataan,” ujar perempuan yang akrab disapa Jojo.


Dalam analisisnya, Jojo menyoroti keberanian Inayah dalam melawan stigma sosial dan norma tradisional, terutama keputusan untuk bercerai meski sudah berstatus sebagai nenek. “Keputusannya adalah bentuk dari authentic existence, yakni kehidupan yang dijalani dengan kesadaran penuh,” katanya.
Nuansa lokal yang kuat dan kedalaman emosi juga menjadi kekuatan utama novel ini. “Najwa Fadia berhasil menghidupkan suasana lokal, dari dapur bambu hingga aroma tanah basah di kampung Pandeglang,” lanjut Ayu, sembari menyebutkan bahwa meski ada beberapa pola cerita yang terasa klise.

Menurut Jojo, Keberanian penulis dalam mengangkat topik perceraian perempuan dewasa dengan latar religi dan budaya juga patut diapresiasi.
“Isu ini masih jarang diangkat dengan nuansa yang tidak hitam-putih di sastra populer Indonesia,” ungkapnya.
