Oleh: Zaeni Boli

Sebagai “bukan siapa-siapa”, tentu ada rasa bangga saat mendapat undangan untuk hadir dalam sebuah pertemuan berkelas: FGD Pendidikan #2 Flores Timur. Kehadiran saya kali ini sebagai wakil dari organisasi keguruan, yakni IGI (Ikatan Guru Indonesia) Flotim.

Oke, saya coba ceritakan dari awal.

Saya tiba di area depan Rumah Jabatan beberapa menit sebelum pukul 17.00, sesuai undangan. Di sana saya bertemu para dosen saya semasa kuliah. Di antaranya ada Mama Suster Imelda Wissang, yang kini menjabat sebagai Rektor IKTL, dan Pak Rikad, Kepala Program studi saya dulu, yang sekarang adalah Wakil Rektor IKTL.

Saya tak sempat berbincang karena buru-buru, tapi saya sempat mengambil tangan mereka untuk bersalaman—bentuk hormat saya sebagai mantan mahasiswa IKTL (Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka). Mama Suster sempat bertanya, “Ikut FGD juga?” Saya hanya menjawab singkat, “Iya”, lalu beliau menyuruh saya segera masuk.

Ini adalah pengalaman pertama saya berada di aula Rumah Jabatan Bupati. Ruangannya terasa jauh lebih luas dibandingkan ruang rapat kantor Bupati yang digunakan pada FGD pertama beberapa waktu lalu. Saya sempat membayangkan, betapa bagusnya jika suatu hari nanti anak-anak sekolah di Flores Timur bisa berkunjung ke Rumah Jabatan Bupati—setidaknya untuk tahu di mana pemimpin mereka tinggal. Siapa tahu, itu bisa memotivasi mereka bercita-cita menjadi pemimpin di masa depan.

Kalau sekadar lewat, saya sudah berkali-kali melihat Rumah Jabatan ini. Tapi untuk masuk sampai ke aula, ini baru pertama. Mungkin kali kedua saya benar-benar “bertamu” ke sini. Pertama kali, kalau tak salah, pada akhir tahun 2019 atau awal 2020—masa akhir jabatan Bupati Anton Hadjon, saat Covid mulai muncul. Waktu itu, saya datang bersama Ketua Agupena, Maksimus Maksan Kian, untuk membicarakan Festival Literasi. Tapi karena pandemi, rencana itu batal.

Dan hari ini, 16 Mei 2025, saya kembali hadir di tempat ini. Kali ini untuk mendengarkan para pakar pendidikan Flores Timur berdiskusi dalam forum FGD. Mendengarkan orang-orang pintar bicara itu seperti berkah. Saya langsung teringat sebuah hadis: “Bergaullah dengan penjual parfum, maka kita akan ikut wangi; bergaul dengan pandai besi, maka kita bisa ikut bau asapnya.”

Kalau saya salah kutip, tolong diluruskan. Tapi intinya: dengan siapa kita bergaul, begitulah kita akan dinilai.

Meski saya tidak banyak bicara, saya tetap menyampaikan satu usulan: untuk mengatasi keterbatasan akses listrik, daerah ini bisa mencoba menggunakan panel surya. Lalu untuk mengatasi kurangnya bahan bacaan, sekolah-sekolah bisa berkolaborasi dengan Dinas Perpustakaan Daerah. Mereka punya data penerima bantuan buku dari Perpusnas RI tahun 2024 dan 2025. Dari situ, mungkin bisa saling berbagi buku bacaan.

Dalam diskusi ini, menurut saya, yang jadi pemantik diskusi paling kuat adalah Om Dus Tukan (Bernadus Tukan), ayah dari Magdalena Eda Tukan—sosok yang militan bergerak untuk anak muda Flores Timur. Acara ditutup dengan makan bersama, setelah doa dipimpin oleh Romo Thomas Labina.

Sebagai orang awam dan bukan siapa-siapa, saya cukup bangga bisa bertemu langsung Bupati saat ini dan menyampaikan pendapat. Ini pertemuan kedua kami dalam FGD Pendidikan Flores Timur. Saat pertemuan pertama, saya belum punya cukup keberanian untuk bicara.

Tapi dari situ saya belajar: kemampuan berbicara yang baik sangat dipengaruhi oleh kemampuan membaca yang baik. Sepanjang diskusi hingga akhir, kepala saya terus berbisik, “Pulang dari sini, kamu harus baca buku lebih banyak, biar nggak kikuk saat berhadapan dengan orang-orang hebat seperti ini.”

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5