Oleh Tias Tatanka

Beberapa minggu ini aku membacai beberapa cerita pendek yang ditulis pelajar SD – SMP – SMA. Aku melihat ada problem rumit dalam proses mereka menulis.

Banyak ide bagus yang muncul dan semangat menulis menggebu, tapi mereka belum bisa menyampaikan dengan baik dan runut. Problem lain adalah ejaan, tata bahasa, kosa kata juga. Masih banyak lagi mungkin jika diulik lebih dalam.

Dulu kukira pangkal masalahnya ada di guru Bahasa Indonesia. Mohon maaf kepada Bapak Ibu Guru, meskipun ada benarnya juga, ya. 🙏😁

Namun, kukira ada yang lebih mendasar lagi: masa kecil anak-anak yang terlewati tanpa membaca buku.

Bagaimana pun caranya, anak-anak harus diajak membaca. Bukan sekadar membaca, tapi juga menjelaskan isi bacaan dan menyatakan pendapatnya.

Jika tak lagi menjadi anak-anak dan melewatkan waktu membaca, mulailah sendiri. Tak peduli dimulai di usia berapa pun, membacalah! Sebab di tahap berikutnya ada tantangan lain, yaitu menuliskan gagasan. Untuk dapat bebas menulis ya harus dengan banyak membaca.

Begitu pentingkah membaca, bahkan sejak usia dini? Apakah manfaatnya? Itu pertanyaan peserta dalam beberapa acara diskusi, saat mereka menanggapi materiku.

Tanpa bermaksud menyombongkan diri, kuceritakan pengalamanku menyuguhkan bacaan pada anak-anak sejak dini. Bahkan sebelum mereka lahir pun aku sudah membacakan dan menjelaskan isi buku. Manfaatnya tidak hanya berupa anak lancar membaca, tapi juga muncul daya kritisnya yang terbawa sampai dewasa. Bahkan, kami sebagai orang tua pun jadi teredukasi dengan bacaan mereka.

Aku sedikit memohon kepada para peserta itu untuk meluangkan waktu menemani anak-anak membaca buku. Butuh kerja keras sebagai orang tua, menyediakan waktu membaca dan berdiskusi dengan anak.

Aku sampai menjanjikan, “Insyaallah kerja keras itu nggak akan sia-sia.”

Rumah Dunia, 23 Mei 2025

(Menulis ini di sela meneruskan naskah Negeri Permen buku kedua)

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5