
Di beranda beredar foto Pak Martin Aleida. Juga status-status teman-teman penulis (saya menyamaratakan semua orang yang mengahasilkan karya tulis sebagai penulis) yang kesal dan marah tentang iklim literasi baca-tulis di Indonesia. Point pentingnya: minat baca dan beli rendah! Peran pemerintah, di mana? Meminjam istilah M Iqbal Dawami, yaitu pseudo literasi. Itu terkait tulisan feature di koran Kompas yang diletakkan di headline alias halaman depan, edisi Selasa 27 Mei 2025.


Sewaktu puisi saya dimuat di HAI tahun 1981, saya patah hati menerima honor Rp 3500. Bagaimana saya bisa membangun gelanggang remaja (kita mengenalnya dengan Rumah Dunia)? Saya pindah ke prosa dan realistis dengan segment pembaca yang beragam.
Puluhan tahun bergulir. Sekarang saya sedang melakukan tugas negara sebagai Duta baca Indonesia 2021-2025 di tengah arus polemik ini. Saya coba ke bawah, ke masyarakat yang tidak tersentuh literasi baca-tulis (sastra). Seperti halnya dulu dengan puisi di Balada Si Roy.



Apa yang saya dan teman-teman lakukan di taman bacaan masyarakat (Rumah Dunia) sebetulnya sedang menyiapkan pembaca dan penulis di masa depan. Kami di Rumah Dunia mencoba memberi contoh agar jangan alergi dengan menulis buku yang membidik satu segment pembaca. Kalau bisa, kuasai semua genre. Jangan diskriminatif terhadap karya tulis. Jika ada karya tulis (puisi atau prosa) yang laku keras atau best seller, jangan underestimate apalagi dengan bilang sampah (ingat: ada kompos di dalam sampah).
Paksakan juga membeli buku-buku yang baru terbit. Saya bekerja keras menulis untuk menghasilkan uang (dengan menulis novel anak, novel remaja, novel keluarga) dan realistis dengan situasi dan kondisi pseudo literasi sekarang. Jangan paksakan orang (calon pembaca kita) dengan apa yang kita mau. Kita harus membangun pembaca pelan-pelan.



Saya menyaksikan langsung dari Sabang sampai Merauke, bagaimana sesama penulis (saya tidak menyebut sastrawan) saling nyinyir, saling menjatuhkan, saling hina, kadang perilakunya seperti preman. Ternyata buku yang dibaca tidak menjadikannya jadi contoh yang baik di keseharian. Pada akhirya, calon pembaca (terutama Gen Z dan Gen Alpha) tidak sempat kita raih. Selebihnya, kita harus bercermin, jangan selalu mengeluh.
Pemerintah sudah melakukan yang terbaik. Saya pada 2024 mendapatkan anugerah 40 tahun berkarya dari Badan Bahasa. Itu diberikan kepada puluhan penulis. Ada juga anugerah kepada penulis yang sudah 50 tahun berkarya. Hadiah uangnya – alhamdulillah – kami gunakan untuk rumah dan tentu ada yang dikucurkan ke Rumah Dunia.

Ikuti saja lomba-lomba menulis cerita yang diselenggarakan oleh pemerintah (Badan Bahasa) atau lembaga lainnya. Hadiah uangnya besar. Tanam dan tebar juga hal baik. Atau jangan hanya berkutat di puisi atau prosa. Dunia menulis itu luas.
Mohon maaf jika berbeda pendapat. Hidup memang penuh risiko. Tetap semangat. Jangan lupa: berolahrga, stop rokok dan ngopi, stop nyinyir pada penulis yang novel-novelnya best seller, hehehehe…


