
Oleh: Zaeni Boli
Salah satu agenda penting dalam Pameran Pendidikan Flores Timur 2025 adalah acara Talk Show Pendidikan dengan tema Insan Pembelajar—sebuah tema yang diusung sebagai karakter tematik dunia pendidikan Flores Timur di bulan Mei ini. Ya, semua belajar—bukan hanya murid, tetapi guru juga adalah bagian dari Insan Pembelajar. Dalam kesempatan dan waktu yang berbeda, Wakil Kepala Sekolah SMK Sura Dewa juga pernah mengingatkan tentang pentingnya seorang guru untuk mau terus belajar.

Kembali ke agenda Talk Show yang digelar pada hari pertama Pameran Pendidikan Flores Timur 2025, yakni tanggal 26 Mei 2025. Acara ini dimoderatori oleh Silvester Petara Hurit, dengan keynote speaker Wakil Bupati Flores Timur, Ignasius Boli Uran. Para pembicara lainnya antara lain: Suster Imelda Wissang (Rektor IKTL), Romo Thomas Labina (Ketua Yapersuktim), Bernadus Tukan (Penasihat Simpasio Institut), dan Ketua DPRD Kabupaten Flores Timur, Albert Ola Sinior.
Dalam penyampaian awal, Wakil Bupati Flores Timur, Ignasius Boli Uran, mengangkat konsep pendidikan humanis seperti yang sering disampaikan oleh Romo Mangun: Pendidikan yang Memanusiakan Manusia.

“Bagi Romo Mangun, esensi pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pendidikan tidak boleh hanya berorientasi pada transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan semata, tetapi harus menyentuh dimensi kemanusiaan peserta didik secara utuh. Ini berarti pendidikan harus mengembangkan potensi intelektual, emosional, sosial, moral, dan spiritual peserta didik secara seimbang.”
Suster Imelda Wissang, dalam talk show tersebut, mengusulkan filosofi hidup bermasyarakat Lamaholot melalui gagasan 3G, yakni:
- Gemohing, yang dimaknai sebagai gotong royong—nilai yang harus tetap hidup di tengah masyarakat;
- Gewayan, semangat melayani dan memberikan yang terbaik, khususnya bagi para pendidik, yakni mendidik dengan cinta kasih lewat semangat pelayanan sesuai ajaran nilai-nilai agama;
- Gelekat, yakni mengabdi dengan tulus dan ikhlas demi kemajuan daerah kita.
Nilai-nilai ini, yang mungkin mulai terkikis di masa kini, perlu terus dicontohkan kepada peserta didik sebagai bagian dari insan pembelajar.

Sementara itu, Bernadus Tukan mengangkat isu krisis keteladanan—hal yang sangat mungkin terjadi saat ini ketika banyak guru tidak lagi memahami nilai-nilai kode etik sebagai pedoman untuk mewujudkan keteladanan dalam keseharian. Padahal, perilaku guru sangat mungkin akan ditiru oleh peserta didik. Maka, hal ini perlu terus diingatkan: bahwa belajar bukan hanya soal mentransfer pengetahuan, tetapi juga tentang memberikan teladan.
Romo Thomas Labina menutup dengan menegaskan bahwa menjadi insan pembelajar berarti adanya tuntutan moral bagi guru untuk terus belajar. Menurutnya:
“Seseorang tidak dapat memberi dari apa yang tidak ia miliki.”

