Oleh Ulhiyati

Aku baru saja menonton Final Destination: Bloodlines di Cinepolis Mall of Serang. Pada hari Jum’at, tanggal 23 Mei. Sebagai penggemar lama seri Final Destination, aku merasa film ini seperti potongan terakhir dari puzzle yang selama ini menggantung.

Sudah cukup lama aku menonton film Final Destination 1 sampai 5. Tapi setelah menyaksikan Bloodlines, aku jadi paham bahwa semua tragedi di film sebelumnya ternyata punya benang merah dan saling berhubungan.

Semua itu bermula dari tragedi runtuhnya Restoran Sky View, sebuah restoran pencakar langit yang seharusnya menewaskan banyak orang. Namun, seorang perempuan bernama Irish mendapat penglihatan sebelum tragedi itu terjadi dan berhasil menyelamatkan beberapa orang dari bencana tersebut.

Dari situlah semuanya bermula. Ternyata orang-orang yang Irish selamatkan seharusnya memang sudah mati. Karena selamat, mereka hidup dan memiliki keturunan. Nah, keturunan merekalah yang kemudian menjadi korban di film-film Final Destination sebelumnya. Dengan kata lain, Bloodlines menjadi akar dari semua rantai kematian yang terjadi di seri-seri sebelumnya.

Setelah menonton film Final Destination, aku jadi lebih waspada terhadap benda-benda kecil di sekitar. Hal-hal sepele seperti pemotong rumput, truk sampah, bahkan koin pun terasa mengancam. Tidak heran kalau sekarang banyak parodi Final Destination beredar di TikTok dan menjadi trend.

Secara visual, Bloodlines masih mempertahankan kekuatan utamanya yaitu adegan-adegan kematian yang mengerikan tapi penuh presisi. Yang paling membekas buatku adalah saat Erik meninggal karena tersedot ke mesin MRI. Adegan itu terasa brutal tapi terencana. Satu lagi, kematian Julia di truk sampah yang terasa begitu tiba-tiba dan tak kalah mengerikan.

Ada cara untuk memutus rantai kematian tersebut, yaitu orang yang mendapat giliran harus mati dulu, lalu dihidupkan kembali atau dia membunuh orang lain. Teori ini memang selalu muncul di film Final Destination sebelumnya.

Namun, aku tetap punya satu pertanyaan besar: kalau semua karakter di film sebelumnya bisa dapat penglihatan karena mereka keturunan dari korban yang diselamatkan Irish, lantas dari mana Irish sendiri bisa dapat penglihatan? Apakah nenek moyang Irish juga pernah lolos dari kematian di masa lalu?

Pertanyaan itu mungkin belum dijawab di film ini. Tapi justru itu membuka ruang diskusi dan teori baru yang membuat penasaran. Kalau memang ada film selanjutnya, aku pasti akan jadi salah satu orang yang akan menonton.

Menonton Final Destination 6 di bioskop juga memberi pengalaman berbeda. Suasana tegang di dalam studio membuatku beberapa kali ikut terlonjak, terutama saat adegan-adegan mendadak yang khas Final Destination. Meski aku sudah terbiasa dengan gaya film ini, tetap saja momen-momen kematian yang penuh kejutan selalu berhasil membuat jantung berdetak lebih cepat.

Selain itu, aku juga kagum dengan cara film ini menyatukan elemen demi elemen, dari Final Destination 1 sampai yang terakhir. Penonton benar-benar diberi petunjuk, melalui buku keramat milik Irish yang ditunjukkan di film. Di dalam buku itu ternyata sudah ada gambar tiap kejadian di film sebelumnya. Seperti pesawat meledak, truk pengangkut kayu di jalan sampai roller coster yang jatuh, semuanya ada.

Setelah keluar dari bioskop, aku jadi kepikiran, bagaimana jika konsep Bloodlines ini diadaptasi jadi serial? Rasanya akan seru kalau ada episode-episode khusus yang menelusuri nasib keturunan para korban di masa depan.

Bagiku, Final Destination bukan sekadar film mengerikan. Tapi juga pengingat bahwa nasib, waktu, dan kematian punya aturan sendiri dan tak ada yang benar-benar bisa menghindar darinya.

Satu hal yang pasti, aku pulang dengan kepala penuh teori, dan sedikit rasa takut saat naik eskalator mall dan lebih berhati-hati di mana pun.

LAYAR BIOSKOP: Resensi film di Layar Bioskop, harus orisinal. Terbit 2 mingguan, setiap Selasa, gantian dengan Rak Buku. Penonton harus terhubung langsung dengan filmnya. Hindari definisi-definisi, upayakan ada detail suasana bioskop dan penonton. Teknik menulis travel writing sangat ditunggu. Lengkapi dengan foto selfie dengan poster film, suasana lobby bioskop, dan tiket bioskopnya. Panjang 500 hingga 1000 kata. Honor Rp. 100 ribu dari Honda Banten. Kirim ke email golagongkreatif@gmail.com dengan subjek Layar Bioskop.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5