Oleh Naufal Nabilludin – Mahasiswa Ilmu Komunikasi Untirta

Ada satu hal yang mengganjal saat saya sidang skripsi minggu lalu. Bukan soal isi skripsi atau dosen penguji, tapi tentang kewajiban mencetak draft skripsi empat eksemplar, tiga untuk dosen penguji dan satu untuk saya sebagai mahasiswa. Dengan skripsi setebal 200 halaman, saya harus mencetak total 800 halaman untuk empat eksemplar. 

Draft skripsi saya yang diberikan ke penguji kemudian dikoreksi dan dicorat-coret langsung oleh dosen penguji. Dan ketika selesai sidang, ternyata di ruang sidang ada banyak tumpukan draft skripsi yang tidak dibawa kembali oleh mahasiswa. Seketika saya berpikir “Katanya Untirta Smart & Green Campus, tapi kok masih banyak kertas begini?”

Praktik sidang skripsi yang sangat boros kertas ini jelas kontradiktif dengan visi “Smart & Green Campus” yang dicanangkan. Jujur, hal ini sangat mengganggu pikiran saya. Apa yang digaungkan kampus tidak sejalan dengan realitas yang terjadi.

Bayangkan saja, dalam satu tahun, Untirta menggelar wisuda hingga enam gelombang, dengan rata-rata 700 mahasiswa lulus di setiap gelombang. Ini berarti sekitar 4.200 mahasiswa lulus setiap tahunnya. Jika diasumsikan setiap mahasiswa menulis skripsi sekitar 200 halaman dan mencetaknya empat jilid, maka untuk satu kali sidang skripsi saja, diperlukan 800 halaman per mahasiswa.

Kemudian, 800 halaman dikali 4.200 mahasiswa sama dengan 3.360.000 lembar kertas, atau sekitar 6.720 rim. Jika satu rim kertas beratnya 2,5 kilogram, maka ada sekitar 16,8 ton kertas yang digunakan hanya untuk keperluan sidang skripsi atau tesis dalam satu tahun. Dan angka ini bahkan belum termasuk cetakan final!

Tentu saja ini adalah hitungan kasar, tetapi ini menunjukan bahwa penggunakan kertas di satu kampus per tahun cukup besar, hanya untuk kebutuhan sidang yang sebetulnya bisa dialihkan dengan menggunakan teknologi digital yang hemat dan efektif.

Padahal, jika sidang skripsi atau tesis tidak lagi mewajibkan mahasiswa mencetak draft, kampus bisa mengurangi konsumsi kertas hingga 16,8 ton per tahun. Itu baru dari satu aktivitas akademik saja, belum yang lain. Sebetulnya sangat memungkinkan dan tidak terlalu sulit untuk melakukan transisi dari sistem cetak ke sistem paperless.

Misalnya, dalam proses sidang, dosen penguji cukup membawa laptop dan mahasiswa mengirimkan draft dalam format Word. Dosen bisa memberikan komentar langsung melalui fitur komentar di Word atau menggunakan platform kolaborasi dokumen seperti Google Docs, Mircrosoft 365 online yang memungkinkan berkomentar secara langsung, real time dan bersamaan dengan dosen penguji yang lain. Kalau ini dilakukan, pasti akan cukup efektif dan efisien untuk kebutuhan akademik dan jauh lebih hemat. Ini adalah solusi sederhana yang berdampak besar.

Hal ini seharusnya menjadi bahan refleksi bersama. Kemajuan teknologi digital belum sepenuhnya mendorong perubahan perilaku sivitas akademika Untirta menuju kebiasaan yang lebih ramah lingkungan dan hemat sumber daya.

Rektor, atau minimal Dekan, perlu membuat keputusan resmi untuk mengurangi penggunaan kertas ini. Sebagai contoh, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) telah mengeluarkan kebijakan resmi melalui surat keputusan NOMOR: SK-25/UN2.F16.D/HKP.02.04/2022 tentang Kebijakan untuk Mengurangi Penggunaan Kertas dan Plastik di Lingkungan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kebijakan paperless di lingkungan kampus adalah hal yang sangat mungkin dan bisa diatur secara formal.

Untirta harus merumuskan kebijakan formal dan komprehensif mengenai pelaksanaan sidang skripsi tanpa kertas, mirip dengan Keputusan Dekan yang diterapkan oleh Fakultas Ilmu Administrasi UI. Kebijakan ini harus secara eksplisit mewajibkan pengajuan, peninjauan, koreksi, dan umpan balik skripsi dilakukan secara digital. Bahkan, akan lebih bagus jika kebijakan ini diperluas ke konteks yang lebih luas dalam proses akademik lainnya.

Kebijakan paperless ini bukan hanya sesuai dengan visi Smart & Green Campus, tapi juga berkontribusi langsung terhadap pengurangan dampak lingkungan seperti deforestasi, konsumsi energi dan air yang tinggi, serta polusi.

Potensi digitalisasi dalam proses akademik sangat besar. Penerapan sistem tanpa kertas atau paperless menawarkan efisiensi melalui penghematan waktu, biaya, dan ruang. Sudah saatnya Untirta mengeluarkan kebijakan yang lebih detail mengenai pengurangan penggunaan kertas, dari hulu ke hilir.

Ini adalah bagian dari upaya konkret mewujudkan kampus yang benar-benar Smart & Green, bukan sekadar slogan tanpa tindakan nyata.

Sumber Foto: https://untirta.ac.id

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5