Bu Siska, guru baru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang tegas namun baik hati. Ia tengah duduk di ujung meja kantin yang sepi. Di depannya selain ada seporsi soto dan segelas es jeruk, ada kotak kecil berbahan kayu dengan warna coklat. Anehnya, kotak kecil itu selalu dibawa Bu Siska ke mana pun termasuk saat mengajar.

Laras mengamati kebiasaan Bu Siska sekitar sebulan ini. Kebiasaan Bu Siska yang ganjil ini memicu rasa penasarannya. Berbagai pertanyaan bergelayut dalam pikiran Laras terutama : apa isi kotak itu?

Siang ini, Laras memberanikan diri mendekati meja Bu Siska. “Selamat siang, Bu. Maaf mengganggu,” sapa Laras sesopan mungkin.

Bu Siska tampak terkejut lalu tersenyum, “Selamat siang, Laras. Tidak apa-apa, ada yang bisa Ibu bantu?”

“Bu, maaf jika saya lancang. Saya penasaran sekali dengan kotak mungil ini. Kalau boleh tahu, apa isinya? Mengapa Ibu selalu membawanya?” tanya Laras sembari mengusap lembut kotak kecil itu. Kotak itu permukaannya aus tergenggam, seakan sering diusap dalam hening.

Bu Siska tercekat, wajahnya memucat seketika. “Kotak kecil ini berisi surat lama…dari ibuku. Beliau meninggal saat aku kuliah di tanah rantau. Seminggu setelah beliau meninggal, aku memberanikan diri untuk masuk kamar beliau dan membersihkannya. Eh, aku malah menemukan kotak ini di meja riasnya.”

“Lantas, mengapa Ibu tampak sedih? Apakah isi surat itu begitu menyayat hati Bu Siska?”

Bu Siska tercekat dan diam beberapa detik. “Aku bahkan belum membaca surat itu hingga sekarang, Laras”

Laras tersentak, kemudian bertanya, “Apakah saya boleh melihat surat itu, Bu?”

Bu Siska tampak terkejut, lalu mengangguk singkat. Laras membuka kotak itu lalu mengambil lipatan kertas di dalamnya. Saat jarinya menyentuh permukaannya—­­Laras mematung beberapa saat.

“Bu…ini…” Kertas ini kasar dan berguratan timbul. Bukan tinta biasa.

Bu Siska memejamkan mata: “Ya. Surat itu..ditulis ibuku dalam huruf braille. Aku belum sanggup untuk membacanya hingga kini. Bahkan sekedar untuk belajar dan memahami surat itu pun, aku belum sanggup.”

Sekian detik tak ada kata apapun yang terucap. Hingga suara Laras terdengar, “Kalau Ibu Siska tidak keberatan, bolehkah saya membacakannya?”

Mulut Bu Siska menganga tak mampu menutupi keterkejutannya. “Kamu, bisa membaca braille?” tanya Bu Siska dengan suara bergetar.

“Bisa, Bu. Ayah saya seorang tunanetra. Sehingga saya belajar Braille sejak di Sekolah Dasar.”

Mulut Bu Siska menganga dan matanya memerah menahan buliran air tumpah. Entah harus bereaksi apa. Tanpa kata, tangannya gemetar menyentuh tangan Laras dan menganggukkan kepala pelan.

“Anakku Siska yang tersayang,” Laras mulai membaca, suaranya lembut namun jelas memotong kesunyian kantin. “Jika kotak ini sampai di tanganmu, berarti Ibu telah pergi lebih dulu…”

Baru kalimat pertama itu saja. Bu Siska menutup mulutnya dengan kedua tangan. Sebuah isak pelan memecah kesunyian. Tubuhnya bergetar hebat, bahunya naik turun. Semua beban rasa bersalah karena tak sempat pulang, penyesalan karena tak belajar Braille, dan kerinduan yang terpendam, meledak menjadi air mata yang deras.

“Laras, bisa kamu bacakan untuk Ibu lain waktu? Saat ini rasanya kurang tepat. Sudah saatnya kamu masuk kelas juga,” ujar Bu Siska lirih memotong bacaan Laras.

“Baik, Bu. Kapan pun Bu Siska ingin, saya siap membantu”

Bu Siska tersenyum dan menggangguk, mengakhiri percakapan emosional di antara mereka.

###

TENTANG PENULIS: Noorma Paramitha, lahir dan tinggal di Kota Semarang. Lulusan Biologi, Universitas Negeri Semarang yang saat ini menjadi karyawan swasta. Ia memiliki banyak ketertarikan pada banyak hal dan suka belajar hal baru. Travelling dan menulis merupakan bagian dari hobi yang dimilikinya. Ia sering membagikan aktivitasnya di Instagram dengan akun @dear_noormal.

FIKSI MINI hadir setiap minggu mulai Juni 2025. Terbit hari Senin. Kita tahu, fiksi mini sedang trend. Silakan mengirimkan fiksi mini karyamu. Satu lokasi, satu waktu, ada plot twist saat endingnya. Antara 250-500 kata. Silakan kirim fiksi minimu ke golagongkreatif@gmail.com dan gongtravelling@gmail.com, subjek: fiksimini. Sertakan bionarasimu 5 kalimat, foto dirimu, dan ilustrasi yang mendukung. Ada uang ganti pulsa alakadarnya Rp. 100.000,- dari SIP Publishing. Selamat menulis. Jika ingin melihat fiksi mini yang sudah tayang, klik banner di bawah ini:

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5