Tiga hari Dua Malam Jadi Warga Singapura bersama Gong Traveling

Ini bukan membual, tapi sungguh terjadi. Sebelum pandemi Covid-19, saya memiliki program Gong Traveling – jalan-jalan sambil nulis buku. Itu berlangsung 2015 hingga 2020. Total berhenti setelah serangan Covid-19 ini. Masih terbayang ketika membawa puluhan bahkan ratusan orang ke Singapura. Bayangkan mereka saya ajak naik-turun bus kota dan MRT sehingga penuh. Trotoar diwarnai oleh rombongan Gong Traveling, jalan kaki seperti orang Baduy berkaos merah. Di Singapura, lho, bukan di Jalan Sudirman. Pokoknya bikin heboh!

Membaca Koran Pagi di Singapura

Terdengar suara Adzan subuh yang merdu dari Mesjid Sultan, Kampung Arab, Singapura. Kalau di negeriku, adzan subuh bisa jadi masalah, bahkan pernah saling bunuh-bunuhan. Persoalannya, di satu sisi merasa terganggu, di sisi lain sudah ritual ibadah.

Jika traveling ke Singapura, Cobain Sholat Subuh di Masjid Abdol Gafoor Little India

Apa yang akan Anda lakukan jika sedang traveling? Tentu kuliner, shoping, city tour, dan menikmati kulinernya. Jika semua itu sudah kita lakukan? Apa lagi? Biasanya saya menikmati cita rasa seninya dan kehidupan beragamanya. Nah, jangan jauh-jauh dulu, traveling ke Singapura dulu, deh. Jangan anggap traveling ke Singapura itu mahal, ya. Malah leih murah daripada traveling ke Bali atau Papua.

Biasanya setiap traveling, saya memaksakan diri harus sholat subuh di masjid kota itu. Ternyata di Singapura yang sering kita anggap liberal, kehidupan beragamanya indah dan tenang. Di depan setiap masjid, selalu ada hotel. Mau yagn kelas backpackers hotel (Rp. 250 ribu) juga ada. Di Singapura saya sudah sholat di hampir semua masjidnya. Di Masjid Sultan (1826) Kampung Bugis, Masjid Fatimah (1846) di kawasan Geylang, Masjid Jamie atau Chulia (1826) di China Town, Masjid Angolian (Little India),

Bangga Sarungan ala Baduy di Singapura

Di foto ini saya menggunakan sarung berwarna putih, kemeja dengan motif batik Baduy, dan ikat kepala berwarna hitam. Setiap traveling, saya nyaman bersarung. Pernah di Singapura, didatangi polisi. Mereka menanyakan paspor dan kenapa memakai sarung. Saya jawab saja, “Saya turis. Mau shoping dan bangga dengan sarung serta batik Indonesia.” Kalau di India, Bangladesh, Pakistan, Bangkok, Kamboja, Vietnam, dan Laos bersarung tidak jadi masalah. Gara-gara pandemi, rencana traveling ke beberapa daerah dan Kamboja-Vietnam gagal. (GG)

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)