Di cerpen “Tubin” memang memiliki keterbatasan halaman untuk menjelaskan latar belakang cerita si tokoh. Tetapi sebetulnya si penuliis bisa memunculkan informasi awal sebagai petunjuk bahwa si pembunuh bayaran memiliki latar belakang yang kelam.

Pertama, informasi itu bisa disisipkan dalam dialog tokoh “aku” (si pembunuh bayaran) dengan si lelaki pemabuk yang putrinya tewas. Dicerpen itu diceritakan si lelaki pemabuk mendatangi “aku” di rumahnya untuk membunuh dirinya. Mohon maaf, saya coba tambahkan dialog seperti ini:

“Boleh tahu, kenapa ada luka di wajahmu?” si pemabuk itu menunjuk ke wajahku.

“Oh, ini kado masa lalu. Ayahku pemabuk seperti kamu. Tapi jangan khawatir, aku sudah mengirimkan dia ke neraka.”

Kemudian di ending cerita, si penulis cerpen “Tubin” menyelesaikan ceritanya dengan tragis. Saya kutipkan paragrafnya:

Aku bergegas menggeser sofa dan meja, agar ruang tamu ini terasa luas. Aku berikan bantal sofa untuknya. Kuminta ia berbaring. Ia menurut seperti bayi. Secepat kilat kusayat urat nadi di pergelangan tangan kirinya. Ia sempat kaget, kemudian tampak menikmati rasa perihnya. Ia menyeringai, yang di mataku tampak aneh. Darahnya mulai menggenang di karpet. Aku kembali memastikan ia menikmati prosesnya dengan nyaman.

Aku siapkan bantal sofa untuk menahan pinggangku. Aku duduk di sebelahnya, bersandar pada meja yang tadi kugeser. Aku sayat urat nadi di pergelangan tangan kiriku.

“Saya sudah bosan dengan pekerjaan ini. Terlalu banyak kejahataan yang sudah saya buat. Sialnya, sepertinya saya yang memperkosa dan membunuh anak anda,” kataku, menjawab keheranannya.

Darahku juga mulai menggenang di karpet. 

Tiba-tiba saja tokoh “aku” (POV 1) berbicara kepada si pemabuk yang sedang sakaratul maut, “Sepertinya saya yang memerkosa dan membunuh anak Anda.”

Setelah saya tambahkan informasi awal di atas bahwa si pembuh bayaran itu mengalami kekerasan dari ayahnya dan ayahnya sudah ia bunuh, sebagai pembaca sekaligus penulis, saya akan menambahkan satu paragraf lagi di akhir cerita, agar logika cerita di cerpen “Tubin” ini menjadi kuat. Begini tambahannya:

Darahku juga mulai menggenang di karpet. Dan aku biarkan saja ketika lelaki itu mengambil cuter dan menghujami tubuhku. Darahku muncrat ke wajahnya. Aku peluk dia. Tepatnya kami berpelukan.

Nah, ini hanya usulan saya setelah proses pembacaan saya selesai. Penggunaan sudut pandnag tokoh pertama (POV 1) sebetulnya membuka peluang penulis untuk lebih banyak tahu. Tapi saya harus mengacungkan jempol kepada penulisnya. Potensi menulisnya bagus. Setelah ini harus lebih keras lagi melakukan riset sebelum menulis.

Mohon maaf, tentu Anda akan bertanya, kenapa saya ikut campur dengan cerpen “Tubin” yang sudah jadi? Cerpen ini memiliki kekuatan. Saya senang membacanya. Sebagai pembaca sekaligus penulis, saya melihat “plothole” (kejanggalan) tadi. Tentu cerpen-cerpen saya juga tidak sempurna. Dan dari cerpen ini, saya jadi belajar lagi menulis cerpen yang baik. (Gol A Gong)

Please follow and like us:
error37
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia