
Akhirnya dii deretan pertokoannya, kami mendapatkan kamar ukuran 2 x 1,5 meter. Tias tidur di dipan, saya di lantai. dengan 2 ransel dan tubuh saya yang tinggi, pintu tidak bisa ditutup. Apalagi tanpa AC. Terpaksa saya begadang.
Pagi hari, kami menghibur diri dengan jalan-jalan menikmati keindahan masa lalu di Gate of India. Lalu saya menulis puisi :

AIR MATA KOPI
Aku si pengembara resah semakin jauh membuat titik di peta perjalanan riuh dunia tapi belum juga menemukan peristirahatan abadi
“Dunia yang hendak ditaklukkan harus dijauhkan dari wanita,” kubaca prasastimu di dinding Gateway of India.
Meninggalkanmu mencari rasa kopi berjumpa luka orang bernyanyi berdansa tanpa busana diri wajahmu yang sedih saat menyeduh kopi hadir di mimpi
Pergi ke Colaba di jantung kota memaksa pemilik kedai menyeduh kopi walau kutahu hanya ada teh susu tanah liat wajahmu membayang di keruh hitam kopi
Kehadiranmu di tikungan kota mengingatkanku menuju asal biji kopi berharap mencium aroma itu yang kutemui di setiap Jum’at
oh, pemilik biji harum kopi air mata kopi tumpah dari cangkirku
*) Mumbai, India 6 April 2012
Puisi ini saya tulis sambil begadang karena kamar hotel di Mumbay sangat kecil dan pengap. Lalu saya ikutkan lomba di Hari Puisi Indonesia 2014 dengan sekitar 40-an puisi beraromakan kopi. Puisi ini jadi judul buku puisi Air Mata Kopi. Gramedia menerbitkannya. Alhamdulillah, masuk 10 besar.