Berbeda kalau saya nai bus umum. Saya dinasihati ayah yang sudah sangat berpengalaman dalam bepergian. “Jangan sampai lengah.” katanya.

Ketika pulangnya, kami tidak kebagian tiket shuttle. Akhirnya kami naik taksi online ke lokasi dimana bus umum ke Merak bisa keluar dari pintu tol, yaitu di daerah Slipi Jaya.

Jujur saja saat pulangnya naik bus umum ke Merak, nasihat ayah menghantui, membuat saya membidik para penumpang di sepanjang jalan. Kubidik para pengamen yang berhamburan dalam bus, seorang Ibu yang shalawatan dengan mic, para pedagang yang mengambil perhatian anak kecil untuk jajan, dan mas penagih bayaran tiket yang licik.

Penagih licik. Total 2 tiket dari jakarta – serang seharusnya hanya 84rb, tertulis dalam pricelist yang tertempel di kaca bus. Tapi ia dengan melantur menggenapkan total menjadi 100 ribu.

Saya mengamati, sedangkan teteh saya berpegang pada 84 ribunya. Mas penagih kekeuh dengan kondisi seperti sedang mabuk, tak mendengarkan penegasan teteh saya mengenai kelicikannya. Ketika itu saya mencoba memposisikan diri sebagai ayah saya. Saya ingin belajar dari perjalanannya. Keputusan apa ya yang akan diambilnya.

Dalam kondisi seperti itu, saya yakin ayah saya lebih memilih aman meski tertipu.
“Sudah, hitung-hitung memberi bantuan, sedekah kepada kondektur bus,” begitu kata ayah saya pada ke-empat anaknya. Akhirnya, perdebatan berakhir dengan kami yang aman karena menuruti kemauan kondektur buas alias si penagih tiket.

Dan wah.. Mereka yang di tengah perjalanan di jalan tol naik, ternyata tidak membayar tiket bus, tapi langsung membayar ke si penagih licik. Saya baru tahu itu dari kak Riri (penumpang tujuan ke Merak yang duduk di sebelah saya). Mereka para buruh pabrik yang pabriknya ada di sepanjang jalan tol. Jadi mereka ingin yang lebih simple, naik ke pagar jalan tol, dan menyetop bus. Kalau harus ke jalan biasa, katanya lama sampai ke Serang. Setelah dipikir-pikir iya sih, mereka kan naik ke bus ingin cepat pulang dan itu juga rezeki tambahan bagi supir dan kondektur. Termasuk juga pencopet..

Ada salah satu penumpang yang membuat saya memaksakan diri terjaga membidiknya. Gerak-gerik dan penampilannya tidak bisa saya percaya. Ia juga naik di tengah perjalanan dengan keadaan basah kuyup, karena hujan.

Ia tertawa sambil berjalan menuju kursi paling belakang. Saya menengok, melihat dia tertawa dengan penumpang disampingnya. Tapi alhamdulillah, ia lebih dulu turun di tengah perjalanan daam tol sebelum kami. Pikiran saya sedikit merasa jahat, tapi kata teteh saya itu reaksi wajar.

Bus keluar di Serang Timur. Setelah turun di Patung Kota Serang, saya mentertawakan semua yang terjadi di bus.

“Di luar rumah yang akan dilewati seperti itu ya.. Itu pengalaman berharga,” kata saya lalu tersenyum menjadikannya pelajaran.

Overall, saya lebih memilih naik shuttle 😀

Please follow and like us:
error37
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia