
Banyak hal menarik yang disampaikan moderator dan pembicara yang membuat saya kembali bergairah untuk bisa mengakrabkan kembali dengan puisi. Setelah beberapa pembahasan dan pembaca puisi, saya pun turut memberanikan diri ikut membaca satu puisi karya Ibrahim Ilyas berjudul “Guruh”.

Di bawah Kolong Jembatan ini saya menemukan puisi sesungguhnya. Apalah artinya kota tanpa puisi meski para penulis adalah orang-orang sepi yang memilih jalan sunyi. Seperti yang disampaikan juga oleh Bunda Fanny – meminjam kata-kata ayahnya, Gerson Poyk, “Menulis puisi adalah intuisi kreatif dari hati. Dari sana kita bisa menulis puisi lebih jernih dan hidup.”

Sore mulai meninggalkan hari. Kami saling berpamitan. Depok Baru jadi begitu indah di mata saya. Meski usia mereka telah senja, namun semangat mereka menyala-nyala, menghidupkan puisi. Sungguh ruang kreatif yang bagus yang diciptakan oleh teman-teman Koloni Seniman Ngopi Semeja Depok. Hal yang perlu ada di tengah kota yang tak lagi memedulikan, bagaimana hati bertumbuh dalam damai, meski hening.

