
Setelah menulis puisi sejak kanak – kanak, semakin banyak yang saya jumpai dalam aneka bacaan puisi maupun sajak bahwa bentuk sastra paling purba ini ialah jadi semacam terapi jiwa. Ia yang merekonstruksi bagaimana saya kemudian mendefenisikan kata-kata sehingga selaras dengan jiwa dan tindakan saya. Ia pula yang membuat saya ingin terus meresapi kedalaman makna dan hakikat segala sesuatu. Ketika menyaksikan siang berpindah kepada malam tak dapat lain saya didera ketakjuban. Betapa hidup tak lain adalah pertunjukan kolosal. Penuh drama yang sekali lagi tak dapat lain para pemain hanya dituntut lanjutkan pertunjukan, bermainlah dengan waspada dan ikuti saja skenario yang tak perlu dihapal itu.

Setelah menulis puisi, setelah membaca pelbagai ragam puisi dari buku – buku atau puisi lepas mandiri yang dipublik, saya kian mencintai jenis sastra ini. Ia lebih jumud dan intens menjadi bagian dari hidup. Menyatu dengan napas. Dan saya akan tentu dengan demikian harus terus belajar, menggali kedalaman, mencoba bentuk penulisan baru dan menawarkan warna – warna meramaikan khazanah perbendaharaan Bahasa kita.
Denni Meilizon
Pasaman Barat, Sumatera Barat


Jadi nambah wawasan baru. Banyak hal yang bisa dipelajari lebih lanjut, terutama mengenai puisi esai.
Ini bukan puisi esai. Ini puisi saja. Komunitas puisi esai yang support. Kalu mu baca puisi esai, klik saja logonya, nantitersambung ke link puisi esai.
Saya merasa sangat jauh untuk bisa menyentuh puisi. Perumpamaannya seperti langit dan cacing tanah. Namun hal itu perlahan bisa saya atasi dengan mengikuti Kelas Menulis Rumah Dunia dan mendalami materi Puisi yang diampu oleh Toto St. Radik. Saya meyakini bahwa beliau adalah seorang maestro. Kenapa? Karena beliau mampu membuat hal yang rumit menjadi mudah dan bahkan bisa mencintainya.
Kita melebur dengan kata
Setiap baitnya adalah cerita
Cinta, derita juga rahasia
Kau hidup dalam bait-bait kisah
Pesonamu warnai hidupku.
Keren puisinya