Rifqi Septian Dewantara
Introjeksi Tentangmu
Kutampung semua kesedihanku di sini, tumpah ruah semua terbuang kembali.
Kelak, luapan itu menjadi aliran muara di benakku. Lalu berharap ketenangan di dasar hatiku.
/
Bernafsi-nafsi gelak-resahku, atau daun tua yang senang berguguran oleh ranting berpatah tawa; sungguh, mimpi-mimpi seperti malam yang membuatku epilepsi.
/
Bangun aku; lalu terjatuh di hadapan sendiri, tersungkur. Dari peristiwa lampau dan goresan parau, dari gugusan racau dan pikiran kacau.
/
Tentang ayunan itu? waktu itu kau duduk, sedang aku mendorongmu lebih jauh. Jauh; ke pangkuan seseorang yang akan melamarmu.
Tentang lagu itu? waktu itu kau kembali bernyanyi, sedang hari ini kau sedang menimang bayi. Kau masih ingat? biarlah, lepaslah; kenangan itu. Lalu, kau basuh semuanya, segalanya. Dan selamanya, aku bukanlah tempat pulang.
2024
Rifqi Septian Dewantara
Mendoakan Kau yang Pasti
Di kediaman yang damai, ketika kita sudah tak saling menyilang pandang. Spionase dirimu menyimpan rona lembut nan mendung. Bagai celak di sekelap mata—mengucur deras; melewati garis kening dan derai-helai barisan rambut.
Sebuah catatan tentangmu, telah kumasukkan ke diri kau yang lain, telah kutitipkan ia seseorang yang pasti. Agar rasa cemas di pelupuk hati, jauh menepis di bahu-pundakmu.
Jangan kau libat aku lagi; batin ini, jangan..
Aku ini sudah orang buangan ditelan saksi.
Jangan kau libat kita lagi; pertemuan ini, jangan..
Aku ini sudah kelewat habis dikubur zaman
2024
Rifqi Septian Dewantara
Menikam Desember
Aku tidak tahu lagi di mana letak kesedihan antara dunia dan bulu mata
Sedang kepalaku baru saja menikam bulan Desember
Seperti ujung ruang; aku terpajang dari bahasa tubuh yang telanjang
Sementara yang hilang, aku tidak tahu cara tertawa di bawah bintang
Kehidupan selalu mencari cara untuk mengisi kesunyian
Di sini, raut dunia memanggil kepulanganku kembali, menanti.
2024
Rifqi Septian Dewantara
Membunuh Tubuh
Sekiranya diriku terbuat dari gelanggang api
Menggendam radi, menggengam hati
Meraba diri, meracik jali
Aku pernah rasakan sebuah rona dalam pancar sengatannya
Potongan-potongan bara itu
Menghanguskan jeluknya di seluruhku
Bahasa tubuh terbakar, menabrak, menghunjam aku dalam lelang waktu
Detak-detik tak berdegup, retak-etik kala bendu
Rintil-rintik tumpur kayu, ubun-ubun berteleku
Nadi-nadi berdenyut; menghisap tubuh
Hati-hati bergumul di panggang tungku
Habis sudah aku, hisab sudah aku
Seluruhku adalah abu, seluruhku menimang radu.
2024
Rifqi Septian Dewantara
Introjeksi Tentangmu II
Kata-kata bertutur; mengabur. Bayang-bayang menggerayang di malam buta
Ketika itu, bulan telah purnama — menjadi penumbra
Kita melihat cahaya yang sama, memandang warna yang sama
Hitam dan putih; warna sari berkasih.
2024
Rifqi Septian Dewantara
Sanggam Kekasih Rembulan
Mimpi itu, tangan memuncratkan darah
Mimpi kembali, lekap kelamin asmara
Mimpi beruntun, membuai dua saudara
Mimpi kemudian, beradu ke lumbung goa
Mimpi lalu, mendekap ranum pasrah
Mimpi kini, berdiam padu sosok dara
Dari imajinasimu gelagapan pukul dua-dua
Dari imajinasiku melambung lurus ke rampai bunga
Mari peluk lagi keringat ranjang kita
Mari bersetubuh api gejolak cinta.
2024
Rifqi Septian Dewantara
Diskresi
Tersibak gelora badai hingga menabrak wajah dengan penuh canggung. Kau pun langsung terdiam dibawa bisu oleh sumpah tempat kau bertanya sepenggal kisah
Rentetan perjalanan mengelabui makna. Kisah yang semestinya berbahagia di waktu-waktu silam, tapi kau masih saja meronta-ronta seperti kesetanan
“Maka, ilhamilah saat kau bersanding,
rebahlah jika lelah bersandar, renungkan walau hidup bersendu, tangiskan jika hendak berduka”
Di situ kau akan temukan istibdad; berkuasa dalam egosentris, untuk menilai diri sendiri dan menitikkan pikiran atas segala perbuatan-perbuatan dulu yang telah tawar
Jika masih begitu dan selamanya engkau tidak berkebyaran dalam gelap. Sinar-sinar hati perlahan redup—gelap menguasai tindakan itu di atas kesalahan.
Ibarat relung dan jeluk ke bawah tanah; yang kian bertambah silap, yang kian menjadi jati diri namun kewalahan.
2024
TENTANG PENULIS: Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur, Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di media online dan buku antologi puisi bersama. Kini bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara. Rifqi Septian Dewantara rifqiseptiandewantara@gmail.com . Tlp. 082256630873 (WA)
PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com. Ada uang pengganti pulsa Rp 200.000,- dari Puisi Esai Network. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya. Jika igin melihat puisi-puisinya yang sudah tayang, klik banner di bawah ini: