
Oleh: Annisa F
Akhir pekan kali ini, untuk kesekian kalinya saya berkunjung ke Malang, dan tidak pernah bosan. Rencananya, kami akan berkunjung ke dua destinasi sekaligus. Pantai Balekambang, dan Masjid Tiban.
Kami sekeluarga sengaja berangkat pagi hari dari Surabaya sekitar pukul setengah lima agar tidak mendapat kemacetan. Nyatanya, kami mengalami kemacetan saat menuju arah ke pantai hampir satu jam lamanya karena ada perbaikan jalan yang hanya bisa dilalui secara bergantian.
Perjalanan kurang lebih sekitar empat jam lamanya untuk sampai ke destinasi pertama, yaitu pantai Balekambang. Sepanjang perjalanan kami mengandalkan google maps untuk bisa sampai ke tujuan.


Destinasi Pertama: Pantai Balekambang

Sesampainya di pantai yang terletak di Dusun Sumber Jambe, Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, kami parkir yang tidak terlalu jauh dari pantai. Suasana ramai akhir pekan menyambut kedatangan, banyak bus rombongan yang sudah memenuhi parkiran. Pantai ini memang selalu ramai pengunjung karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dibanding pantai lain di Malang Selatan.
Kami pun langsung menggelar tikar yang kami bawa dari rumah, bersantai menghirup udara segar dan suara deburan ombak. Sejauh mata memandang, keindahan yang terbentang. Adanya jembatan yang menghubungkan dengan panjang kurang lebih 1,5 meter ini menjadi daya tarik tersendiri, pengunjung bisa menyeberangi dan berfoto dengan latar belakang panorama indah seperti di Bali.
Pulau Ismoyo dan Pura Amerta Jati
Siapa sangka, ada pura yang letaknya di pantai. Pura Amerta Jati namanya, berdiri kokoh di pulau Ismoyo yang berhasil mencuri perhatian bagi setiap pengunjung yang datang. Pengunjung bisa dengan mudah menyeberangi jembatan di atas pantai untuk melihat lebih dekat gulungan ombak yang pecah di hantam batu karang besar.
Rupanya, pura ini telah lama diresmikan oleh Bupati Malang pada tahun 1985, dengan bentuk menyerupai Tanah Lot di Bali namun sebenarnya lebih mirip bangunan candi-candi jawa kuno jika dilihat dari dekat. Sampai sekarang warga setempat masih rutin mengadakan tradisi seperti tradisi suroan yang digelar saat menyambut satu suro.
Biasanya, pantai ini akan ramai pengunjung setiap tanggal 1 Sya’ban. Pasalnya di sini ada sebuah makam terpencil yang letaknya di tepi sungai Berek. Berjarak sekitar satu kilometer, sebelum memasuki kawasan pantai Balekambang.
Pengunjung juga bisa bermain Flying Fox cukup membayar Rp20.000, sudah bisa merasakan sensasi terbang di atas pantai berlatar belakang Pura Amerta Jati. Memang, jaraknya tidak terlalu panjang namun patut dicoba saat berkunjung kesini.
Ada Teluk dan Area Camping

Tak heran jika pantai ini paling banyak pengunjung, ada teluk yang letaknya berada di belakang batu karang besar. Menjadikan pantai ini ramah untuk bermain bersama anak-anak sebab tidak ada ombak di area ini. Terdapat persewaan alat pelampung dan ban untuk anak kecil dan dewasa dengan harga mulai dari Rp10.000.
Saya pun mencoba berenang di Teluk, cukup menarik karena sesekali saya melihat ikan kecil-kecil yang berseliweran membuat jiwa ingin mancing saya sedikit meronta-ronta saat melihatnya. Sayangnya, pasir putih di pantai ini terbilang kasar sehingga sebaiknya menggunakan sepatu khusus saat di pantai agar kaki tidak terganggu.
Jika ingin menikmati pantai ini lebih lama, pengunjung juga bisa menyewa tenda-tenda yang berjejeran di area camping ground. Cukup membayar Rp100.000 untuk satu tenda selama seharian. Pengunjung juga bisa bermalam untuk menikmati suasana pantai Balekambang lebih lama.
Destinasi Kedua: Masjid Tiban dan Cerita yang Menyelimuti

Setelah dua jam menikmati keindahan pantai Balekambang, kami pun bergegas menuju destinasi kedua yaitu masjid Tiban. Saat memasuki gang menuju masjid Tiban, nuansa wisata religi begitu kental. Banyak orang hilir mudik bersama rombongan, dan keluarganya. Sebelah kiri dan kanan dipenuhi orang-orang berjualan pakaian, oleh-oleh, dan buah-buahan seperti salak, dan apel khas Malang.
Sesampainya kami di masjid Tiban yang terletak di wilayah Desa Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang, seketika kami dibuat takjub dengan keindahan detail ornamen yang dibuat. Kemegahan bangunan, dan luasnya area halaman yang mengelilingi tidak seperti masjid-masjid pada umumnya.

Masjid Tiban ternyata juga dikenal dengan sebutan masjid Jin, hal ini karena bangunannya yang megah dan mewah dan muncul secara tiba-tiba. Namun faktanya, ini hanyalah mitos belaka yang entah dari mana asal muasalnya. Padahal, masjid Tiban sendiri sebenarnya telah dibangun sejak tahun 1968 hingga 1978. Bahkan, pembangunan masjid ini hingga sekarang masih terus berjalan.
Tidak ada jumlah pasti berapa dana yang telah dihabiskan, namun kurang lebih sekitar 800 milyar. Sebab, pada dasarnya tujuan didirikannya masjid Tiban digadang-gadang sebagai obat atau penyejuk hati umat Islam, khususnya para santri yang mana kini juga populer sebagai wisata religi di kalangan masyarakat.
Masjid Tiban sendiri berasal dari kata ‘tiba’ yang mana menurut masyarakat, masjid ini memang ada secara tiba-tiba. Letaknya masih satu lokasi dengan Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri’ Asali Fadlaailir Rahmah yang dipimpin oleh Kiai Haji Ahmad Baru. Beliau sendiri adalah pengasuh pondok pesantren sekaligus pengarah para santri dalam kegiatan pembangunan. Namun, ada yang unik dari kegiatan pembangunannya, karena ternyata beliau tidak menggunakan jasa arsitek sama sekali.
Masjid Tiban dan Daya Tariknya

Masjid Tiban identik dengan banyaknya menara yang dibangun. Mulai dari pintu masuknya saja, pengunjung akan disuguhkan menara berbentuk persegi panjang dengan dua kubah yang tersusun secara vertikal.
Pengunjung akan menemukan bangunan berbentuk kerucut berwarna oranye sebagai pos penjagaan. Kubah terbesar berada di bagian atas masjid, yang disebut sebagai gunungan. Tidak ada biaya masuk yang dikenakan, namun donasi dari seluruh penjuru negeri telah membuat pembangunannya berhasil sejauh ini untuk bisa dinikmati semua kalangan.
Saat memasuki area dalam masjid, pengunjung wajib melepas alas kaki. Di lantai satu kami disuguhkan ornamen di kubah yang besar detail dengan nuansa khas timur tengah. Ada yang membuat saya tertarik saat melihat aquarium berjajar yang jumlahnya puluhan dengan beragam koleksi jenis ikan. Seperti aligator gar, ikan bawal, RTC, dan masih banyak koleksi ikan predator lainnya. Anak-anak kecil pun terlihat begitu menikmati melihat ikan-ikan besar yang berseliweran.
Ada satu hal yang menurut saya unik di masjid Tiban ini. Di dalam masjid, tepatnya di lantai lima yang difungsikan sebagai area perbelanjaan. Pengunjung jadi bisa berbelanja di dalam masjid. Barang-barang yang dijual pun beragam, mulai dari tasbih hingga jenang. Saya baru tahu kalau ada pasar di dalam masjid, yang hanya ada di Masjid Tiban.
Tidak hanya unik dan megah, kata luas juga pantas disematkan untuk masjid satu ini yang berdiri di kompleks Pondok Pesantren dengan luas sekitar 6,5 hektar. Perpaduan ornamen mozaik keramik khas Turki, India, Mesir, Spanyol, dan Rusia menambah nilai estetika tersendiri.
Setelah berputar-putar mengelilingi masjid ini, tak lengkap rasanya jika tidak berbelanja. Ada toko souvenir di area masjid yang juga menjual lukisan kaligrafi, hiasan dekorasi rumah yang bisa dibeli dengan harga yang relatif terjangkau.
Sepertinya Malang memang kombinasi paling pas untuk menikmati libur akhir pekan kali ini yang sederhana tapi bermakna. Tidak hanya menyaksikan keindahan alam, tapi juga menyaksikan keindahan bangunan masjid yang begitu megah dengan segala cerita uniknya.

TRAVELING setip hari Jumat. Nah, kamu punya cerita traveling? Tidak selalu harus keluar negeri, boleh juga city tour di kota sendiri atau kota lain masih di Indonesia. Antara 1000-1500 kata. Jangan lupa transportasi ke lokasi, kulinernya, penginapannya, biayanya tulis, ya. Traveling di luar negeri juga oke. Fotonya 5-7 buah bagus tuh. Ada honoarium Rp. 100.000. Kirim ke email gongtravelling@gmail.com dan golagongkreatif@gmail.com dengan subjek: traveling.
