
Mendidih darahku melihat para pemain keturunan memakai jersey Erspo merah untuk kandang dan putih untuk tandang. Disainnya mentereng dan naik kelas. Mereka akan jadi anak-anak yang membanggakan kita sebagai orang tua.

Jika melihat mereka – Tom Haye, Marselino, Struick, Asnawi, Verdonk, Idzes, Oratmangoen, Eggy, Arhan, hilgers, Eliano, Ernando, Rizky Ridho, Witan, Hubner, Pattynama, Ivar, Samanta, saya selalu terkenang ketika sebagai atlet berada di lapangan badminton tahun 1985-89, membela negara di cabor badminton ajang Asian Para Gamesd. Saya bersemangat ingin mengibarkan bendera merah putih dan memperdengarkan lagu Indonesia Raya.

Para pemain bola yang sedang berjuang di ronde ketiga kualifaksi Piala Dunia 2026 adalah anak negeri, yang hanya karena separuhnya darah Belanda, orang-orang seperti Towel terus mempermasalahkannya. Towel dengan alasan pengamat bola seenaknya saja mengomentari. Kadang gesture tubuhnya di setiap nonton bareng, jika Indonesia berhasil menjebol gawang dan menang, tidak memperlihatkan rasa simpati. Dia bukan pengamat bola yang fair, tapi memang benci dengan Timnas Sepakbola yang dibangun Erick Thohir sekarang. Bahkan juga kita yang tak pernah berada di lapangan seenaknya mengomentari dengan alasan cinta sepakbola Indonesia.

Ini hampir sama keika saya ingin membangun Banten denan melawan perilaku koruptif, saya disebut pemdatng, bukan orang Banten hanya karena lahir di Purwakarta padahal Emakku ada darah Caringin, Labuan, Pandeglang.
Menjadi orang tolerans dan terbuka menerima gagasan baru atau melihat seseorang lebih baik dari kita, kadang kita terusik kemudian pendiidikan yang tinggi jadi tidak ada artinya. Kita jadi intolerans, bahkan jadi primordial.

Nah, kepada anak-anak muda yang sekarang sedang bermimpi jadi pesepakbola profesional, ayo berlatih dengan keras dan tiru saja mereka. Menyamai mereka sudah hebat apalagi bisa melampauinya! Marselino, Rizky Ridho, Arhan, Eddy, Witan, dan Ernando bisa jadi inspirasi kamu.
Gol A Gong
