
Sya sering menemuka sebhuah paragraf yang ditulis tanpa ada rasa di dalamnya. Tidak ada lokasi, karakter tokoh, atau latar waktunya. Isinya hanya gumaman penulisnya. Padahal kita bisa memulai sebuah novel dengan unsur kuliner di dalamnya.
Kenapa kuliner? Kita tahu, kuliner, dalam bahasa Indonesia, merujuk pada seni dan ilmu memasak, serta segala hal yang berhubungan dengan makanan, mulai dari persiapan, pengolahan, hingga penyajian, termasuk juga minuman. Berikut contoh kalimat dalam novel yang mengandung unsur kuliner:

“Aroma rendang yang meresap dari dapur membawa ingatan Rara kembali ke masa kecilnya—saat ia duduk bersila di tikar pandan, menunggu ibunya menata piring-piring kecil berisi sambal ijo, gulai ayam, dan kerupuk jangek yang masih hangat.”
Kalimat seperti ini tidak hanya menghadirkan nuansa kuliner, tapi juga bisa menggugah emosi dan kenangan si tokoh. Bagaimana? Mau mencoba?
Gol A Gong/Chat GPT

