
Oleh Ibnu Fikri Ghozali
Sebagai seorang mahasiswa yang memiliki minat besar pada budaya, lingkungan, dan pengalaman lintas negara, saya percaya bahwa perjalanan adalah bentuk pembelajaran paling jujur. Tidak semua hal dapat kita pelajari di balik meja atau dari layar.
Beberapa pelajaran hidup paling mendalam justru ditemukan dalam keheningan alam, dalam sapaan orang-orang asing yang hangat, dan dalam langkah kaki kita sendiri ketika menyusuri tempat-tempat yang belum banyak dikenal. Salah satu pengalaman paling membekas dalam hidup saya adalah ketika saya dan beberapa teman berkunjung ke Fairy Meadows, sebuah dataran tinggi legendaris di utara Pakistan.

Terletak di bawah bayang-bayang megah Gunung Nanga Parbat, puncak tertinggi kedua di Pakistan dan kesembilan di dunia, Fairy Meadows menawarkan pemandangan yang begitu luar biasa hingga namanya seolah tak berlebihan: “Padang Rumput Peri.” Tempat ini seperti dongeng yang menjadi nyata, dan saya merasa sangat beruntung bisa menyaksikan langsung keindahannya.
Perjalanan menuju Fairy Meadows tidaklah mudah. Dari Islamabad, kami menempuh perjalanan panjang dengan kendaraan darat menuju Gilgit-Baltistan, kemudian dilanjutkan dengan jeep 4×4 menaklukkan jalur off-road ke Raikot Bridge yang dikenal sebagai salah satu jalan paling ekstrem di dunia. Jalanan berbatu sempit yang menempel di tebing membuat jantung berdebar. Tapi di situlah letak nilai petualangannya. Saya belajar tentang keberanian, kepercayaan pada sesama penumpang, dan betapa besar perjuangan masyarakat setempat untuk membuka akses ke surga mereka yang tersembunyi.

Setelah perjalanan jeep, kami melanjutkan trekking selama beberapa jam menuju dataran Fairy Meadows. Trek ini menantang, terutama bagi saya yang terbiasa dengan jalanan kota, namun rasa lelah itu terbayar lunas ketika akhirnya saya tiba di atas.
Fairy Meadows menyambut kami dengan padang rumput hijau luas, dikelilingi hutan pinus dan panorama Nanga Parbat yang menjulang penuh wibawa. Saya terdiam cukup lama. Rasanya seperti berada di dunia lain yang hening, damai, dan begitu murni. Tidak ada suara bising kendaraan, tidak ada notifikasi gawai, hanya angin gunung yang menyapu lembut dan suara alam yang menenangkan jiwa.
Sebagai mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi lintas negara kala itu, berada di tempat seperti ini mengajarkan saya untuk berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia. Di sini, saya menyadari bahwa ketenangan tidak datang dari kelimpahan materi, tetapi dari keterhubungan kita dengan alam. Alam tidak menuntut apapun dari kita, kecuali rasa hormat. Dan di Fairy Meadows, saya merasa seperti sedang menjadi tamu istimewa dari Ibu Bumi itu sendiri.

Kami tinggal selama beberapa malam di pondok kayu sederhana milik penduduk lokal. Suasana begitu bersahaja. Tidak ada listrik berlimpah, tidak ada pemanas ruangan, tapi kehangatan justru datang dari api unggun, dari cerita-cerita masyarakat lokal, dan dari langit malam yang bertabur bintang. Langit malam di Fairy Meadows adalah salah satu yang paling indah yang pernah saya lihat dalam hidup saya. Dengan langit yang begitu bersih, saya bisa melihat galaksi dengan mata telanjang. Saya sempat menangis kecil bukan karena sedih, tapi karena terharu bisa menyaksikan keagungan semesta dari tempat yang begitu suci ini.
Salah satu hal yang juga sangat saya kagumi adalah masyarakat lokal di sekitar Fairy Meadows, terutama suku Diamer dan kelompok etnis lokal yang begitu ramah dan terbuka. Mereka menyambut saya sebagai keluarga, bukan sekadar turis. Mereka bercerita tentang legenda Nanga Parbat, tentang bagaimana gunung itu dihormati sebagai makhluk hidup yang agung, dan tentang perjuangan mereka menjaga kelestarian lingkungan di tengah meningkatnya kunjungan wisatawan.

Saya terlibat dalam percakapan yang mendalam dengan warga setempat yang sedang. Ia mengatakan bahwa daerah ini adalah identitasnya, rumahnya, sekaligus tanggung jawabnya. Ia tidak ingin Fairy Meadows hanya menjadi tempat yang indah untuk difoto, tetapi juga ruang hidup yang terus dijaga agar tetap lestari bagi generasi mendatang. Dari sanalah saya belajar arti tanggung jawab ekologis dari perspektif komunitas adat.
Di pagi hari, kami menyaksikan matahari terbit perlahan dari balik Nanga Parbat. Cahaya keemasan menyapu salju di puncak gunung, memantulkan sinar yang begitu agung. Saya duduk sendirian, menyeduh teh hangat, dan berpikir betapa beruntungnya saya berada di tempat ini. Di tengah kesibukan studi, dunia yang penuh distraksi, dan tekanan kehidupan modern, saya menemukan jeda yang sangat berharga.

Fairy Meadows mengajarkan saya untuk lebih menghargai keheningan, untuk lebih menyadari bahwa dunia tidak hanya tentang kecepatan dan kompetisi, tetapi juga tentang perenungan dan keterhubungan yang tulus dengan alam dan sesama manusia. Tempat ini membuat saya kembali mengingat tujuan awal saya menempuh pendidikan: bukan hanya untuk menjadi pintar, tapi juga untuk menjadi bijak.
Kami pulang dari Fairy Meadows bukan hanya dengan foto dan kenangan, tetapi juga dengan visi baru tentang hidup yang lebih sederhana, lebih terhubung dengan alam, dan lebih menghargai warisan budaya lokal. Di tengah perdebatan global tentang perubahan iklim, urbanisasi, dan krisis lingkungan, pengalaman ini mengingatkan saya bahwa solusi seringkali bermula dari kesadaran kecil, kesadaran bahwa kita adalah bagian dari ekosistem besar yang harus dijaga bersama.
Sebagai mahasiswa, saya merasa bertanggung jawab untuk membawa cerita ini ke ruang akademik, ke ruang diskusi, dan ke komunitas saya. Bukan hanya untuk menceritakan betapa indahnya Fairy Meadows, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa ada banyak kearifan lokal yang bisa menjadi inspirasi dalam membangun dunia yang lebih lestari dan manusiawi.
Tentang Penulis: Ibnu Fikri Ghozali Alumni mahasiswa IIUI Pakistan


TRAVELING setip hari Jumat. Nah, kamu punya cerita traveling? Tidak selalu harus keluar negeri, boleh juga city tour di kota sendiri atau kota lain masih di Indonesia. Antara 1000-1500 kata. Jangan lupa transportasi ke lokasi, kulinernya, penginapannya, biayanya tulis, ya. Traveling diluar negeri juga oke. Fotonya 5-7 buah bagus tuh. Ada honoarium Rp. 100.000. Kirim ke email gongtravelling@gmail.com dan golagongkreatif@gmail.com dengan subjek: traveling.
