
Oleh Natasha Harris
Di Korea Selatan, operasi plastik udah bukan hal yang tabu, bahkan udah jadi bagian dari budaya mereka. Banyak remaja yang operasi plastik sebagai hadiah kelulusan. Klinik-klinik bedah kecantikan juga banyak berjajar di sepanjang jalan tiap kota.

Drama Korea yang berjudul My ID is Gangnam Beauty dengan unik menggambarkan realitas ini lewat tokoh Kang Mi-rae, seorang gadis yang memutuskan mengubah wajahnya agar bisa menjalani hidup baru yang lebih “mudah.”
Fenomena ini muncul dari tekanan sosial dan standar kecantikan yang sangat spesifik: kulit putih, kurus, rahang tirus, hidung mancung, dan mata yang besar. Ini semua karena masyarakat, media, bahkan dunia kerja di sana menanamkan mindset bahwa penampilan menentukan nilai seseorang.

Akhirnya di sana operasi plastik jadi semacam “investasi” agar bisa lebih diterima dalam sosial. Untuk kasus Mi-rae sendiri, keputusannya bukan untuk jadi lebih cantik, tapi untuk menghindari bullying yang sudah ia alami bertahun-tahun.
Tapi, hidupnya setelah operasi ternyata gak seindah yang dibayangkan. Mi-rae justru makin menghadapi komentar-komentar jahat, bahkan dilabeli palsu. Ternyata, di balik wajah barunya itu, ia malah merasa asing dengan dirinya sendiri.

Sedih deh, hal ini menunjukkan bahwa perubahan fisik aja gak cukup untuk menyembuhkan luka batin, apalagi kalau motivasinya datang dari tekanan eksternal, bukan penerimaan diri sendiri.
Operasi plastik pada dasarnya adalah pilihan pribadi. Tapi ketika pilihan itu dibentuk oleh tekanan, banyak orang akhirnya merasa “wajib” untuk berubah demi dianggap layak.

Lewat ceritanya Mi-rae, itu bukan soal mana yang benar atau salah, tapi lebih mengajak kita melihat sisi lain, bahwa melakukan sesuatu untuk diri sendiri seharusnya datang dari keinginan yang tulus, bukan demi memenuhi harapan orang lain.
*) Natasha Harris, mahasiswa Pendidikan Bahasa Korea, UPI Bandung

