Berikutnya tulisanku seminggu sekali itu dimuat di koran Radar Banten, bahkan dibuatkan rubrik sendiri bertajuk “Salam dari Rumah Dunia”. Tentu saja tidak mendapatkan honorarium, karena ini adalah bagian dari kerja sama yang saling menguntungkan.
Sejarah Rumah Dunia
Sejarah Rumah Dunia 29: Sabtu dan Minggu Giliran Suamiku
Mungkin menjadi pertanyaan klise dariku jika bertemu mereka. “Sudah makan?” adalah ucapan yang paling sering kuajukan.
Sejarah Rumah Dunia 28: Ada yang Menyumbang Rak Buku dan Pensil Warna
Hal-hal baik datang kemudian. Ada yang menyumbang rak kayu bekas jualan sembako. Juga pensil warna. Alhamdulillah. Aku bisa menyimpan alat tulis dan gambar di situ. Anak-anak lebih mudah mengambil sendiri peralatannya.
Sejarah Rumah Dunia 27: Istana Mainan Habis
Akan halnya sekeranjang mainan bekas yang disimpan di saung, makin lama makin berkurang. Tapi itu risiko yang harus dihadapi. Suamiku bilang tidak apa-apa hilang, tetap diberitahukan ke anak-anak Pustakaloka Rumah Dunia, mengambil sesuatu harus seizin yang punya.
Sejarah Rumah Dunia 26: Belajar Membaca Sambil Bermain
Kami sendiri tidak pernah memaksa mereka belajar membaca. Tetapi saat membacakan buku, kami kerap menunjukkan huruf-hurufnya. Ya, belajar membaca sambil bermain.
Sejarah Rumah Dunia 25: Istana Mainan
Esok siangnya, anak-anak seperti mendapat kejutan dengan adanya setumpuk mainan itu. Kendati hanya berupa robot yang sudah rusak, atau boneka Barbie yang rambutnya sudah gimbal dan wajah penuh coretan spidol, anak-anak tetap suka memainkannya.