Foto-foto Awal Rumah Dunia Tahun 2001

Saya ingat betul, tahun 2001 berhasil membebaskan tanah di halaman belakang rumah seluas 500 meter persegi. Harganya Rp. 100 ribu/m2.

Tanah di halaman belakang mulai dibangun, 2002

Indika Entertainment membeli 2 novel saya untuk dialihwahanakan ke sinetron, yaitu novel “Balada Si Roy” dan “Pada-Mu Aku Bersimpuh”.

Wisata dongeng yang digemari anak-anak, 2002

Saya sudah berjanji kepada Tias (juga teman-teman di Banten) akan membangun gelanggang remaja, yang kemudian kami beri nama “Rumah Dunia”

Gol A Gong

Bambu Kuning di Rumah Dunia

Das Albantani – arsitek yang mengabdikan dirinya sebagai relawan di Rumah Dunia, menanam bambu kuning di Rumah Dunia pada 2013. Sepuluh tahun kemudian tumbuh ubur dan rimbun sehingga udara jadi sejuk.

Abdul Salam, Presiden Rumah Dunia 2021-2025, sedang menebas dahan bambu kuning

Penduduk di sekitar juga banyak yang datang mengambil bibitnya untuk ditanam atau dijadikan obat penurun panas. Kami bahagia sekali karena kebermanfaatan Rumah Dunia tidak sekadar di dunia literasi saja.

Air Mata Kopi #3: Kopi Joss

Ketika duduk lesehan di Malioboro, terdengar bunyi “joss” megiris hati. Arang dimasukkan ke kopi mendidih, seolah tbuh kita yang meradang di antara ketidakadilan.

Gong mencoba mencari-cari ke persoalan rakyat jelata, bagaimana mereka mengimbangi ekonomi liberal dan perilaku koruptif di negeri ini. Puisi “Kopi Joss” yang tergabung dalam antologi puisi Air Mata Kopi (Gramedia, 2014) – yang masuk 10 besar Hari Puisi Indonesia 214, adalah sebuah paradoks.

Selamat menyeduh kopi joss. Rasakan mengiris-iris hati Apakah manis, pahit, atau terasa air mata kopi para petani kopi di negeri ini? >> ke halaman berikutnya >>

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)