Saat aku berbalik, ada seorang yang duduk di sofa ruang tengah. Aku menyipitkan mata. Ruangan remang-remang membuat penglihatanku terbatas. Samar, sosok berambut panjang itu duduk membelakangiku dengan memakai pakaian … merah? Aku tak yakin.
Cerpen Sabtu
Cerita Kita
Cerpen Sabtu: Jalur Cepat
Lebih dari dua minggu aku tak bertemu Junaid, seperti halnya tak bertemu istri dan anak, karena sedang mengikuti outing kantor di Bali. Bahkan sepulang dari Bali, sudah jarang pula saya mengobrol lama dengan Junaid. Kadang hanya berpapasan dan saling melemparkan senyum.
Cerpen Sabtu: Peci Kang Wasmad
Suatu pagi ketika Kang Wasmad bangun dari tidur ingin melaksanakan salat subuh, peci yang biasa ia pakai bahkan saat tidur tiba-tiba menghilang tanpa bekas sehelai benang pun. Kang Wasmad pun panik tidak karuan, mencari di segenap sudut rumahnya, sampai seluruh desa ia kuliti tapi tidak menemukan peci pemberian gurunya tersebut.
Cerpen Sabtu: Balik ke Bui
“Saya memang benci kebenaran yang ada sekarang ini. Benar ada wabah virus corona. Benar semua harus pake masker dan jaga jarak. Benar semua dilarang kerja dan nggak boleh salat di masjid. Saya malah benci kebenaran itu Pak, karena saya nggak bebas lagi kerja,” jawabnya serius.
Cerpen Sabtu: Tertawalah Serupa Mahli yang Berputar-putar
Sebenarnya aku bukan tanpa sebab menjadi murung seperti saat ini. Ceritanya mungkin akan terdengar biasa saja, tapi sungguh itulah muasal sebab aku murung. Suatu kali saat aku berusia 7 tahun, aku ingin sekali mandi hujan seperti teman-temanku yang lain. Namun, Ibu melarangku. Aku menangis sejadi-jadinya. Kesedihan terasa mencengkram jiwaku begitu erat. Aku tak tahu kenapa aku merasa begitu sedih ketika Ibu melarangku mandi hujan bersama teman-temanku.
Cerpen Sabtu: Percakapan
Selepas melunaskan rasa lapar, kembali saya menyambangi percakapan antara Khatib dan Rasyid yang saya tinggalkan tadi. Namun, rupanya saya harus kecewa karena tak lagi saya dapati keduanya bercakap-cakap di sana. Saya kehilangan mereka.