Otaknya sibuk merancang rencana. Apa-apa saja yang hendak dilakukannya hari ini. Membereskan rumah, memasak, memandikan Genduk, mendulang Genduk, menidurkan Genduk, mencuci baju, menyetrika, dan tentu mencuci piring. Pekerjaan domestik yang setiap hari berputar-putar seiring jam bundar. Itu-itu melulu. Namun, hari ini, entah kenapa hari ini Menur merasa aneh sekali.
Cerpen Sabtu
Cerita Kita
Cerpen Sabtu: Di Bawah Atap yang Sama
Siapa yang ia katakan dengan sebutan ‘orang itu?’ Apa ia tak menerima ayahku? Setelah pernikahan ayahku dan ibunya beberapa hari yang lalu, dia belum juga menganggap ayahku sebagai ayahnya. Aku rela membayar orang untuk mencari keberadaanya, berani untuk datang ke tempat ini, itu ‘kah tanggapannya?
Cerpen Sabtu: Kau Akan Mati Besok
Ketika ia sampai di rumah Ki Seno, ada 2 orang lain yang duduk di luar teras rumahnya. Satu perempuan beserta anak lelakinya dan satu lagi lelaki yang sepantaran dengan Januar. Tak ada satu kata pun keluar dari mulut mereka, namun ketegangan tergambar jelas di wajah. Terutama Januar.
Cerpen Sabtu: Langgar
Sore itu, hujan turun semakin deras. Tidak ada tempat di dusun yang Imam tempati yang tidak kebagian air hujan. Ketika tidak hujan pun tidak ada orang yang menuju langgar kebanggaan Imam, apalagi ketika hujan. Langgar itu kesepian dan kedinginan. Imam sibuk memasang ember di bawah atap yang bocor. Ia hanya dibantu oleh tekad yang bulat dari dalam dirinya. Imam mengumandangkan azan magrib.
Cerpen Sabtu: Belik
Perempuan itu menutupi tubuhnya dengan daster. Ia mengambil air menggunakan ember yang dikatikan pada sebuah galah, lalu menggebyurkan air dari dalam ember itu ke tubuhnya. Mulai dari rambut hingga ujung kakinya. Termasuk bagian tubuh yang tertutup dasternya. Selesai mandi, perempuan itu mengambil handuk, lalu ia gunakan handuk itu sebagai penutup dada hingga pahanya.
Cerpen Sabtu: Anjing yang Tidur di Pangkuan Ibu
Kami tiba di Sungai Jantan ketika orang-orang mulai menyalakan obor. Sungai terang-benderang. Semuanya mengenakan pakaian serba putih; memakai peci dan ada pula yang mengenakan sorban. Barangkali, semua laki-laki Siak ada di sini, mengikuti ritual ini. Barangkali, hanya ayahku yang bertopi lebar itu yang tak tampak diri. Tadi pagi, ia masih berangkat ke Perawang untuk berburu babi.