Meditasi Bergerak: Menikmati Kota Surabaya dengan Berjalan Kaki

Oleh Qoyyimah Sofiati

Senin pagi (29/9/25), langit Yogyakarta cerah berwarna biru saat aku menuju ke Stasiun Lempuyangan. Stasiun dengan suasana khasnya menyambutku dengan aroma Roti’O yang menarik perhatian untuk segera dibungkus. 

Waktu keberangkatan sebentar lagi, aku segera menuju ke arah mesin Check-in Counter untuk melakukan cetak tiket. Setelah tiket telah aman, kereta Sri Tanjung siap membawaku menempuh perjalanan sekitar 5 jam menuju Surabaya Gubeng. Harga tiket dari St. Lempuyangan menuju Stasiun Surabaya Gubeng adalah Rp 88.000.

Kereta mulai bergerak, meninggalkan hiruk-pikuk kota pelajar secara perlahan. Pemandangan dari balik jendela memperlihatkan sawah yang membentang hijau, rumah-rumah sederhana, serta para pengendara yang berada di belakang plang menunggu kereta berlalu. Sedangkan di dalam gerbong memperlihatkan para penumpang yang berbagi cerita, ada yang membaca buku, merekam perjalanan, dan juga ada yang tertidur.

Foto diambil saat ingin check out

Mendatangi Surabaya adalah mendatangi Kota Pahlawan—sebuah julukan atas peristiwa pertempuran besar pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia melawan tentara Belanda. Tujuanku ke kota ini adalah menghadiri event The Future Fest; sebuah pameran pendidikan dan beasiswa internasional yang menghadirkan lebih dari 30 universitas top dunia, lembaga penyedia beasiswa, dan praktisi pendidikan global.

Setelah tiba di stasiun Surabaya Gubeng, aku istirahat sejenak sambil ngemper di samping mesin ATM sembari menikmati bakso yang berada di depan gerbang Surabaya Gubeng Baru. Setelah itu, aku menuju ke Orange Hotel Surabaya, tempat penginapan yang telah aku pesan sebelumnya melalui aplikasi Agoda. Bagiku, harganya cukup terjangkau, yaitu Rp238.596 selama 2 malam. Selain itu, fasilitasnya juga memuaskan. Kamar yang aku pilih adalah kasur single bed (superior), AC berfungsi dengan baik, kamar mandi dalam, TV, snack, air mineral kecil dan juga disediakan toiletries. 

Hari Pertama: Mengunjungi Monumen Tugu Pahlawan dan Patung Dr. Soetomo

Setiba di hotel, aku langsung menuju kamar, dan langsung istirahat. Aku sempat tertidur. Malamnya, aku keluar mencari makan disekitaran hotel. Aku melihat spanduk warung makan yang salah satu menunya adalah Bebek Goreng. Aku memesannya. Oiya, harganya Rp 15000 sudah sama dengan kerupuknya, lho.

Setelah makan, aku tidak langsung kembali ke hotel melainkan berjalan-jalan untuk melihat suasana malam hari di Surabaya. Aku membuka google maps untuk membantu mengarahkan aku menuju Monumen Tugu Pahlawan. Jaraknya sekitar 20 menit berjalan kaki. Awalnya, aku kesulitan untuk membaca google maps yang membuat aku beberapa kali bolak-balik. Akhirnya, aku berhasil untuk sampai di titik lokasi. 

Di dalam perjalanan, suasananya gelap. Hanya kendaraan yang berlalu lalang. Saat tiba, terlihat beberapa anak kecil yang sedang bermain bola tepat di depan gerbang Monumen Tugu Pahlawan. Setelah itu, aku kembali ke hotel. Saat perjalanan kembali, aku melihat patung Dr. Soetomo yaitu patung seorang dokter, tokoh kebangkitan nasional, dan pahlawan nasional Indonesia yang mendirikan organisasi Budi Utomo tahun 1908.

Tak terasa, perjalananku ternyata cukup jauh. Di awal, aku menyalakan aplikasi Strava untuk mengetahui seberapa jauh aku berjalan kaki. Hasil Strava hingga kembali ke hotel menunjukkan bahwa perjalanan ku sejauh 5,73 kilo meter dengan jumlah 5.216 langkah.

Hari Kedua: Berkunjung ke The Future Fest dan berjumpa dengan kawan lama di Tunjungan Plaza

Tidur yang nyenyak, sampai-sampai aku terbangun agak siang. Pukul 8 wib aku langsung bersiap-siap menuju Sheraton Hotel Surabaya, tempat diadakannya The Future Fest. Menuju Sheraton, aku berjalan kaki sekitar 14 menit. Setiba di hotel, aku langsung melakukan registrasi peserta. Setelah registrasi, aku menuju ruangan workshop TOEFL. Saat di ruangan, aku berkenalan dengan seorang mahasiswa Universitas Airlangga. Aku dan dia berjalan bersama untuk mengelilingi booth pameran yang ada di The Future Fest

Saat pukul 12.00 siang, aku meninggalkan Sheraton Hotel dan menuju Tunjungan Plaza untuk bertemu teman lamaku. Dia adalah teman sekelas saat di SMK. Saat dia tahu aku berada di Surabaya, dia mengajakku untuk sekadar nongkrong. Kami terakhir bertemu sekitar 5 tahun yang lalu. Saat bertemu, dia mengajakku ke foodcourt karena aku merasa lapar. 

Selama di sana, kami banyak berbincang tentang suasana bekerja di Surabaya, membahas perkuliahan, dan juga pekerjaan. Setelah itu, dia harus kembali bekerja, namun sebelum itu kami menyempatkan berfoto bersama.

Setelah aku dan temanku berpisah, aku kembali ke Sheraton Hotel untuk melihat acara talkshow. Setelah itu, aku kembali ke hotel tempat penginapan. Tentu dengan berjalan kaki. Setiba di hotel, aku beristirahat.

Malam tiba, aku keluar untuk mencari makan. Aku mengabari temanku untuk menanyakan rekomendasi makanan. Dia mengarahkan aku menuju ke Jl. Kedung Doro. Ternyata banyak sekali penjual makan. Fun fact-nya, yang ada di google maps saat malam dan siang itu berbeda. Jika siang, yang nampak di google maps adalah ruko-ruko. Sedangkan saat malam banyak tenda-tenda warung makan dan ini tidak nampak di google maps. 

Saat tiba di lokasi, aku memesan nasi, lele, dan air mineral. Yang menariknya, sambalnya tersedia 5 macam. Ada sambal tomat, sambal mangga, sambal ijo, sambal bawang, dan sambal matah. Oiya, aku makan di stan Bebek Gandul, tepat di depan Bank Danamon, Jl. Kedung Koro. Harga yang aku bayar saat makan adalah Rp 20.000. Nasi + lele goreng Rp 15000 dan air mineral Rp 5000. Setelah makan, aku langsung kembali ke hotel. Kemudian bersantai di lobby hotel sambil mengisi rekap itinerary selama di Surabaya.

Hari Ketiga: Dari tempat penginapan menuju stasiun Surabaya Gubeng

Waktu seakan berlalu sangat cepat. Tidak terasa sudah hari ketiga. Pagi-pagi, aku beberes barang bawaan dan bersiap untuk meninggalkan hotel. Setelah semua tersusun rapi dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, aku menuju ke lobby untuk melakukan check out. Sengaja meninggalkan hotel pagi-pagi, agar saat di perjalanan tidak terlalu panas. Dari hotel ke Stasiun memakan waktu sekitar 42 menit berjalan kaki. 

Di perjalanan, aku melewati Tunjungan Plaza, Monumen Pers Perjuangan Surabaya, Taman Apsari, Monumen Gubernur Suryo yaitu patung Gubernur Suryo yang merupakan gubernur pertama Jawa Timur. Setelah itu, aku menuju Alun-alun Surabaya dan beristirahat sebentar. Setelah merasa tubuh aman, aku kembali lanjut berjalan ke arah stasiun Surabaya Gubeng. Saat perjalanan, aku juga melewati Monumen Kapal Selam (Monkasel) yaitu salah satu ikon wisata sejarah yang ada di kota Surabaya.

Aku tiba di stasiun Surabaya Gubeng Baru sekitar pukul 10.30 WIB. Sebelum masuk, aku mampir ke warung sederhana untuk mengisi tenaga. Aku memesan nasi rawon dan air es. Harga nasi rawon adalah Rp 15000 dan air es Rp 3000. Setelah selesai makan dan membayar makanan, aku langsung menuju ke stasiun. Sebelum mencetak tiket, aku mampir untuk membeli Roti’O sebagai camilan saat di kereta.

Pukul 14.28 WIB, kereta Sri Tanjung bersiap untuk memberangkatkan penumpang dari Surabaya Gubeng menuju Stasiun Lempuyangan. 

Pengalaman Mahal

Selama 3 hari di Surabaya, hal-hal yang menyenangkan bagiku adalah ketika berjumpa dengan warga lokal meski sekadar saling sapa. Tiap kali aku merasa kesulitan dalam menyeberang jalan karena kepadatan lalu lintas, selalu ada seseorang yang membantuku untuk menyeberang. Hal-hal sederhana yang membuatku merasa hangat di kota yang baru pertama kali aku jelajahi.

Aku memilih untuk berjalan kaki untuk menyusuri beberapa tempat di Surabaya. Bagiku, berjalan kaki ini seperti meditasi bergerak yang memberikan waktu bagi otakku untuk istirahat dan memproses pikiran dengan cara yang sehat. Berjalan kaki membuatku lebih fokus pada langkah, nafas, dan lingkungan sekitar yang membuatku mengalihkan fokus dari sumber kekhawatiran atau pikiran negatif.

Perjalanan dari Yogyakarta ke Surabaya dan sebaliknya bukan sekadar perpindahan tempat. Melainkan rangkaian momen dan potongan-potongan kehidupan. Aku, satu dari sekian banyak penumpang yang membawa cerita masing-masing dan menikmati Surabaya dengan berjalan kaki membuatku belajar lagi dalam menghargai proses dan menaklukkan diri sendiri. 

Semoga semesta merestui untuk bisa kembali Surabaya.

Tentang Penulis:
Qoyyimah Sofiati, perantau dari Palopo, Sulawesi Selatan. Ia seorang yang baru saja lulus dari salah satu kampus swasta yang ada di Yogyakarta dengan program studi Psikologi. 

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://www.instagram.com/golagongkreatif?igsh=MXVlZDR5ODlwd3NsdQ==