
Oleh: Fauzi
Skripsi akhirnya kelar. Dosen udah ACC, sidang udah lewat, tinggal nunggu wisuda. Harusnya senang, kan? Tapi entah kenapa, setelah semua itu selesai, malah muncul rasa yang… aneh. Kayak kosong. Kayak habis marathon panjang, tapi pas nyampe garis finish malah bingung:
“Lah… terus abis ini saya mau ngapain ya? Hal seperti ini sudah wajar dialami oleh mahasiswa akhir, bukan hanya saya tapai hampir seluruh mahasiswa merasakan hal yang sama. Jujur saya baru nyadar ternyata, yang berat itu bukan skripsi. Tapi pertanyaan setelahnya. Ini benar-benar merasakan yang namanya”quarter life crisis”.
Quarter life crisis bukan cuma istilah keren dari media sosial. Ini nyata. Sebuah masa ketika kita mulai mempertanyakan arah hidup, meragukan pilihan, dan membandingkan langkah kita dengan orang lain. Setelah skripsi selesai dan toga dilepas, kita tidak lagi punya “tugas utama” seperti kuliah. Justru di sinilah muncul pertanyaan besar yang diam-diam menghantui:
“Setelah ini aku mau ke mana?”

Pertanyaan itu tidak hanya tentang pekerjaan. Tapi juga tentang makna, arah, dan tujuan hidup. Mau kerja di mana? Lanjut S2 atau tidak? Kejar passion atau realistis cari yang gajinya aman dulu? Semua itu membentuk tekanan tersendiri yang sulit dijelaskan.
Aku tahu persis perasaanmu saat ini. Rasanya begitu mirip dengan empat tahun lalu saat baru saja lulus dari sekolah menengah atas. Waktu itu, kamu juga dipenuhi kecemasan soal masa depan. Pertanyaan yang sama terus berputar di kepalamu: “Setelah ini, aku harus ke mana?”
Tapi kali ini terasa lebih berat. Beban yang kamu pikul tak lagi sesederhana dulu. Tanggung jawabmu lebih besar, dan langkah ke depan terasa lebih rumit, lebih sulit, lebih menantang.
Namun satu hal yang harus selalu kamu genggam erat: Percayalah pada Tuhanmu. Percayalah pada dirimu sendiri.
Kamu bisa menghadapi semuanya langkah demi langkah, hari demi hari. Dengan doa yang tulus dan usaha yang sungguh-sungguh, kamu akan sampai pada tujuanmu.
Dan yang tak kalah penting: Jangan pernah membandingkan dirimu dengan orang lain.
Bandingkan dirimu dengan siapa kamu kemarin, dan pastikan kamu terus bertumbuh meski perlahan.
Tapi makin ke sini aku sadar, mungkin emang ini waktunya untuk bingung. Waktunya cari tahu. Nggak semua orang langsung tahu mau ke mana setelah lulus, dan itu nggak apa-apa. Nggak semua harus cepet-cepet. Kita nggak sedang lomba, kita lagi belajar jadi diri sendiri.
Saya tau bahwa fase ini tidak mudah. Tapi bukan berarti salah atau terlambat. Quarter life crisis adalah fase wajar yang dialami semua orang terutama bagi mahasiswa semester akhir. Justru dari kebingungan inilah, biasanya lahir keputusan-keputusan besar yang membentuk masa depan yang indah.
Jadi, kalau kamu sedang merasa kosong setelah lulus, merasa kehilangan arah, atau khawatir belum “jadi apa-apa” itu wajar. Ambil napas. Jangan terlalu keras pada diri sendiri. Jalanmu masih panjang, dan kamu punya waktu untuk menemukan apa yang benar-benar kamu mau. Pada akhirnya hidup itu bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling berani melangkah.
