golagong Oleh Zaeni Boli
Sabtu, 4 Oktober 2025, menjelang malam di Taman Kota Larantuka, tepatnya di New Glow Café milik Helmi Tukan — pengusaha kafe yang juga memiliki minat cukup besar di bidang literasi dan seni — membolehkan tempatnya digunakan oleh Bengkel Seni Milenial (BSM) SMK Sura Dewa untuk menggelar sebuah agenda kegiatan yang diberi nama Ngopi Puisi.
Ngopi Puisi sendiri menjadi branding tersendiri bagi BSM. Pada gelaran ke-14 ini, mereka mengusung tema “Gen Z Membaca Sastra.”
Upaya sederhana ini dimaksudkan untuk mendekatkan remaja pada sastra — sebuah upaya yang sudah dilakukan BSM sejak 2018. Bagaimana remaja bisa masuk dan mencintai sastra perlu adanya pendekatan yang terus-menerus dan berkesinambungan. Salah satunya dengan mengenalkan sastrawan yang ada di daerah tempat mereka tinggal, khususnya di Flores Timur.
Di Flores Timur sendiri tercatat banyak nama penulis yang telah mengukir prestasi baik di tingkat nasional. Salah satunya adalah Silvester Petara Hurit, seorang budayawan yang lengkap. Selain sebagai sutradara bagi Nara Teater, Silvester Petara Hurit juga merupakan penulis yang karya-karyanya dimuat di cerpen terbitan Kompas.
Beruntung bagi anak-anak BSM yang terlibat dalam agenda kegiatan ini, karena mereka bisa mendengarkan langsung pengalaman literasi yang ditekuni oleh Silvester Petara Hurit — mulai dari kebiasaan membaca sejak kecil, keberanian menulis, hingga akhirnya karyanya tembus di koran Kompas. Hal ini menjadi inspirasi bagaimana Gen Z, yang sesungguhnya memiliki potensi besar, dapat didekatkan pada dunia sastra yang nyata dan berkelanjutan.
Penyampaian dari Silvester Petara Hurit menjadi pembuka dari agenda Ngopi Puisi 14: Gen Z Membaca Sastra.
Setelah itu, disusul dengan penampilan-penampilan lain dari anggota BSM, ekstrakurikuler musik SMK Sura Dewa, serta anak-anak muda dari Adonara yang juga memiliki minat pada literasi dan sastra.
Adapun penampilannya tidak hanya berupa baca puisi, tetapi juga stand up comedy, monolog, musik, dan teatrikal.
Agenda malam Minggu di Taman Kota Larantuka pun menjadi lebih berwarna karena sastra.
