Oleh Azzra Rahma
Kalau ada kesempatan kembali ke masa lalu, apa yang ingin kamu ubah? Sama seperti Sore, saya ingin mencegah kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi di masa depan. Sore rela kembali ke masa lalu berulang kali demi membuat Jonathan—suaminya—mengubah gaya hidupnya menjadi lebih baik.
Web series favorit saya delapan tahun yang lalu ini akhirnya diangkat ke layar lebar—membuat saya langsung antusias menonton di pekan kedua filmnya tayang. Saya menonton film ini di Platinum Cineplex Pakuwon Mall Solo, bioskop bergaya estetik yang suasananya begitu nyaman dan kekinian.

Seperti kata netizen ‘in Yandy Laurens we trust’, Yandy berhasil membuat gebrakan baru di Film Sore ini dengan plotnya yang mind blowing dan sisipan makna kehidupan yang dikemas ciamik. Sepanjang film, mata saya sukses dimanjakan oleh sinematografinya yang secara estetik menampilkan keindahan negara Kroasia, Finlandia, dan Indonesia.

Bercerita tentang Sore, seorang istri yang mengalami time traveller ke masa lalu demi mencegah kematian suaminya karena pola hidup yang buruk di masa lalu. Sore memberi saya sudut pandang baru tentang hakikat cinta, ketulusan, dan keikhlasan. Bahwa ternyata, siap mencintai artinya siap menerima rasa sakit. Seseorang yang mencintai orang lain dengan tulus dan penuh seluruh terkadang lupa bahwa: mencintai begitu dalam dapat berujung pada kesakitan nyata yang membekas.
Di Film Sore, kamu akan bertemu dengan Marko. Dia akan bilang sama kamu bahwa masa lalu, rasa sakit, dan kematian adalah hal yang nggak akan bisa diubah. Kita perlu move on dan melanjutkan hidup demi bisa hidup. Tapi nyatanya, itu nggak mudah. Bagi orang yang ditinggalkan, hidupnya serasa berhenti, seolah jiwanya ikut pergi bersama orang terkasih yang telah mati.

Film Sore hadir nggak hanya sebagai film yang romantis, tapi juga penuh perjuangan dan ketulusan. Berkali-kali Sore kembali ke masa lalu, mengulang semuanya dari awal demi bisa membuat Jonathan hidup lebih lama lagi. Sore yang tulus nggak akan capek ketika harus memaklumi kesalahan-kesalahan Jonathan karena Sore tahu, Jonathan adalah pilihannya.
“Kalau harus mengulang sepuluh ribu kali pun, aku akan tetap memilih kamu.”
Saya rasa, kalimat di atas jauh lebih indah dari kata “aku cinta kamu” dan sejenisnya. Sebelumnya Sore sempat bertanya-tanya, “kenapa aku nikahnya sama kamu?” Saat dia pikir ulang, ternyata memang nggak ada jawaban lain selain suaminya yang “pantas” dan “cukup” sebagai teman hidupnya. Ketika Sore dihadapkan berbagai pilihan untuk pergi, pada akhirnya ia tetap memilih Jonathan sebagai suaminya. Barangkali, begitulah konsep jodoh.

Film Sore mengingatkan kita bahwa kita nggak punya kendali atas perubahan seseorang. Kita nggak bisa mengubah orang lain menjadi lebih baik—seperti yang kita mau. Yang bisa mengubah adalah diri mereka sendiri. Dan terkadang, orang akan berubah karena ia merasa dicintai. Maka dari itu, cukup hadir dan temani proses orang terkasih dalam ‘berubah’ menjadi lebih baik.
Jujur, film ini membuat saya ikut merasakan lelahnya menjadi Sore. Nggak tahu harus bertahan sampai kapan, nggak tahu ada di mana ujungnya. Berkali-kali bangun dari tidur dan harus melalui proses yang sama, lagi dan lagi. Tapi Sore nggak menyerah. Tekad dan kegigihannya lebih besar dari rasa lelahnya. Ketika ada kesempatan, ia coba lagi semaksimal mungkin. Hingga saya akhirnya dibuat paham: kapan harus berusaha, kapan harus memperjuangkan, dan kapan harus menerima semuanya.

Di akhir film, saya dibuat terharu ketika Sore dan Jonathan “kembali bertemu” di masa depan setelah “melewati waktu”. Membuat saya percaya, whats meant for you will come to you. Padahal, pertemuan mereka di masa depan tidak sama seperti pada masa lalu sebelum Sore melakukan “perjalanan waktu”. Di pertengahan film saya sempat berpikir: bagaimana jika Sore memilih tidak bertemu Jonathan setelah perjalanannya itu? Tapi ternyata benar, jika sudah berjodoh, sekuat apapun menghindar pasti akan ditakdirkan bertemu.
“Sore: Istri dari Masa Depan”, film yang membuat kita lebih menghargai waktu dan momen berharga bersama orang terkasih. Lebih dari itu, film ini menuai banyak pelajaran berharga yang bisa direfleksikan dari berbagai sisi. Kamu udah nonton belum?
DATA DIRI PENULIS
Nama: Azzra Rahma



