Traveling: Amazing Angkor Wat

Oleh Gol A Gong

Saya paling senang traveling. Tapi bukan sembarang traveling. Itu juga bukan sekadar healing bagi kesehatan jiwa, tapi juga membuka wawasan dan yang terpenting: traveling sambil nulis. Bisa nulis langsung dari lokasi, unggah di medsos. Nanti pulangnya dibaca lagi. Ditulis lagi, dilengkapi kekurangannya. Seperti saat honeymoon ala backpacker bersama Tias Tatanka pada 2012 selama 50 hari perjalanan di 7 negara Asia, saya tulis di blog. Setelah sampai di rumah, saya tulis lagi dan diterbitkan jadi buku dengan judul “Honeymoon al Backpacker”.

Kali ini saya ingin bercerita perjalanan saya bersama istri dan 7 emak-emak super duper atraktif.
Ceritanya sebelum Covid-19, antara 2012 – 2020, saya sering keluar negeri membawa rombongan dengan label “Gong Traveling”. Hampir tiap minggu saya ke Singapura, Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Sambil makan siang di rumah makan atau di taman-taman, saya mengajari mereka menulis catatan perjalanan. Pulangnya para peserta menulis di rumah, kemudian saya terbitkan jadi buku. Begitulah Gong Traveling – jalan-jalan sambil nulis buku.

Dari 4 negara destinasi itu, destinasi yang paling saya sukai adalah Kamboja. Saya traveling ke Kamboja lewat Thailand. Itenerarinya hari 1 dari Jakarta ke Bangkok flight pagi. Check in di hotel dekat stasiun kereta Hua Lampong. Seharian saya ajak peserta city tour di Bangkok naik bus kota dan perahu menyusuri Chao Phraya.

Hari 2, bada subuh check out. Langsung naik kereta dari Hua Lamphong ke kota perbatasan dengan Kamboja, yaitu Aranyaprathet. Keretanya seperti kereta jurusan Pasar Senen – Yogyakarta. Keretanya memang buatan Indonesia.

Kota perbatasan ini sangat sibuk. Terutama turis mancanegara. Mereka ingin mengunjungi kota perbatasan Kamboja, yaitu Siem Reap. Di kota inilah Angkor Wat – candi Budha dan Hindu, berdiri menyeruak belantara purba. Angkor Wat yang amazing. Ya, amazing Angkor Wat.

Saya sangat mengagumi Angkor Wat – candi yang dibangun sebagai candi kenegaraan oleh Suryavarman II selama 30 tahun di era Kekaisaran Khmer kuno atau sekitar tahun 900-1200 Masehi di Yasodarapura, ibu kota Kerajaan Kambujadesa.

Angkor Wat adalah daya tarik utama Kamboja. Lokasinya di Siem Reap, sekitar 2 jam perjalanan dari perbatasan Thailand. Pertama ke Kamboja sendirian. Kedua bersama 8 emak-emak backpacker. Saya mengawal mereka sambil nulis buku perjalanan. Itenerarinya Singapura, Thailand, Kamboja, dan Kuala Lumpur. Keretanya buatan INKA, lho.

Angkor Wat mirip candi Borobudur. Bangunan candi keagamaan terbesar di dunia dari segi luas areal karena menempati lahan seluas 162,6 hektar. Tiketnya mahal, sekitar Rp. 550.000,- Wajar kalau pernah ada wacana, tiket ke candi Borobudur Rp. 750.000,-

Sungguh luar biasa! Amazing Angkor Wat! Saat saya dan istri membawa rombongan emak-emak ke Angkor Wat, para turis mancanegara berdatangan bagai air bah. Rata-rata mereka keluar dari hotel setelah subuh; mereka menunggui fajar menyingsing. Kami menyaksikan bagaimana langit di belakang Angkor Wat kemerahan dan bola raksasa itu menggantung ingin diraih. Juga mengagumi akar-akar pohon beringin yang bagai ular anaconda, melilit batu-batu candi yang sudah berumur ratusan tahun.

Setelah film Tomb Raider syuting di kompleks seluas 162 hektar dengan 72 candi kuno, itu tidak pernah sepi pengunjung, dan merupakan pemasukan devisa terbesar bagi Kamboja, karena candi Hindu terbesar di dunia ini dikunjungi lebih dari 2,5 juta turis pada 2016. Sebetulnya Candi Borobudur lebih dahsat, tapi minim promosi. Wisman yang datang ke Borobudur hanya 250 ribu orang!

Melansir Phnom Penh Post yang mengutip data dari Apsara Authority, tahun 2015, Angkor Wat sukses meraup US$60 juta atau setara Rp798,9 miliar, hanya dari penjualan tiket. Saya sudah dua kali ke Angkor Wat dan tidak rugi membayar US$ 37! Menurut Kompas.com, persoalan borobudur adalah minim promosi. “Tahun 2016, anggaran promosi Angkor Wat sekitar Rp 4 triliun. Dari dana itu sebanyak Rp 1 triliun branding di dalam negeri dan Rp 3 triliun branding ke luar negeri,” sebut dia.

Saya merasakan promosi Angkor Wat luar biasa. Setelah Brobudur menerapkan tiket Rp. 500 ribu bagi wisatawan, saya rasa perlu ditingkatkan promosinya. Lebih lanjut, ujar Pitana, berdasarkan beberapa penelitian, efek branding baru akan terasa 2-3 tahun ke depan jika branding dilakukan intensif dan konsisten.

Branding yang dimaksud bukan hanya logo akan tetapi keseluruhan aktivitas untuk memperkenalkan sebuah produk kepada pasar. “Branding tidak sekedar logo misalnya Wonderful Indonesia. Anda menulis kalau Candi Borobudur itu indah di sosial media itu juga branding,” katanya.

Sejauh ini, Kementerian Pariwisata sudah melakukan branding hampir ke semua negara menggunakan berbagai media. Namun ada lima pasar utama yang difokuskan yakni Australia, Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Malaysia. Semoga setelah harga tiket yang mahal juga disertai promosi Borobudur yang efektif dan produktif.

Setelah puas di Angkor Wat, kami meluncur naik bus atau bisa juga naik travel ke Phnom Penh – ibu kota Kamboja. Kami menginap di depan Mekong River. Asik. Semua bangunan menghadap sungai yang dipagari pedesterian lebar, sehingga warga dan turis bisa duduk-duduk atau jalan kaki menikmati sungai Mekong yang membelah 3 negara: Thailand, Kamboja, dan Laos.

Dari Phnom Penh kami pulang naik pesawat. Transit di Kuala Lumpur. Ada waktu beberapa jam, kami pergunakan city tour di Kuala Lumpur.

(*)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://www.instagram.com/golagongkreatif?igsh=MXVlZDR5ODlwd3NsdQ==