Seorang mahasiswa akuntansi dari universitas ternama di Jakarta ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di wilayah Beji, Depok, pada suatu pagi di akhir Mei 2016. Ia tengah menyelesaikan tugas akhir jenjang sarjananya dan diduga mengakhiri hidupnya sendiri. Beberapa tahun kemudian, seorang dokter muda peserta pendidikan spesialis di fakultas kedokteran universitas negeri di Semarang juga ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di kamar kosnya, pada pertengahan Agustus 2024. Diduga, ia mengalami tekanan dan perundungan dari senior selama masa pendidikannya. Dua nyawa muda, dua cerita yang terlipat dalam sunyi dan tekanan yang tak semua orang tahu.

oOo
Kala senyap merayap di sela napas manusia,
ada duka yang tak sempat dijelaskan.
Tak semua luka tampak di kulit,
Ada yang mengendap diam di dada,
Seperti gelombang kecil di samudera,
Hanya riaknya yang disangka angin biasa.
Manusia, tak dicipta dalam takaran serupa,
Ada yang kuat menanggung langit,
Ada pula yang roboh oleh desir angin,
Bukan lemah, tapi batasnya berbeda.
Ia mahasiswa, di balik layar laptopnya,
Menatap huruf-huruf yang makin kabur, malam demi malam,
Skripsi yang tak selesai juga batinnya,
Dalam sunyi Kukusan ia diam-diam runtuh,
Bukan karena tak mampu, tapi karena terlalu dalam.
Ia dokter muda berjalan di lorong rumah sakit,
Dengan jas putih dan luka yang tak kasat,
Tiap tawa senior, tiap tegur sarkas,
Menjadi paku-paku kecil di jiwanya.
Mereka tak ingin mati; tidak begitu,
Mereka hanya ingin berhenti merasa sesak,
Berhenti mendengar suara hati yang dipatahkan,
Berhenti menunggu dunia peduli.
Karena dunia terlalu ramai dengan nasihat,
Terlalu cepat menilai, terlalu sering menyepelekan,
“Ah, cuma skripsi,”
“Ah, biasa itu dibentak senior.” ; Kata mereka.
Tapi siapa yang tahu seberapa gelap malam bagi yang terjaga?
Siapa yang tahu seberapa sakit satu kalimat bisa menyayat?
Siapa yang tahu bahwa napas terakhir itu bukan ingin mati,
Melainkan ingin damai, meski dengan cara yang tak dimengerti?
Jangan cepat-cepat menuduh,
Jangan tergesa menyalahkan,
Kadang pelukan lebih kuat dari logika,
Kadang diam mereka adalah teriakan.
Bersabarlah dalam memahami,
Bersabarlah mendengar tanpa menghakimi,
Karena satu manusia bisa jadi benteng terakhir bagi yang ingin menyerah,
Karena kadang satu “aku di sini” bisa menyelamatkan dunia kecilnya.

Untuknya yang telah pergi lebih dulu
Semoga langit tempat kalian berlabuh tak mengenal tekanan,
Semoga damai menyelimuti luka yang pernah kalian sembunyikan,
Dan semoga dunia belajar untuk lebih memanusiakan.
Ini bukan akhir yang pantas,
Tapi ini suara yang harusnya tidak diabaikan,
Karena sebenarnya tidak mati karena lemah,
Tapi karena dunia lupa bagaimana menjadi manusia.
Bukan hanya kata-kata yang membentuk dunia,
Tapi juga diam, yang terlalu sering terabaikan,
Bukan hanya tubuh yang bisa hancur,
Tapi juga hati, yang tak tampak oleh mata.
Mereka yang diam, yang menahan,
Bukan berarti mereka tak merasa.
Mereka yang tersenyum, yang berbicara,
Bukan berarti mereka tak terluka.
Semoga kita semua belajar untuk melihat,
Untuk merasakan lebih dalam,
Untuk memberi lebih banyak,
Karena kadang yang tlah hilang bukanlah jiwa,
Tapi kemanusiaan yang telah lama terlupakan.
oOo

Link Berita
https://www.tempo.co/hukum/mahasiswa-akuntansi-ui-bunuh-diri-secara-unik-karena-nilai-nbsp–1359245
TENTANG PENULIS: Annisa Fitria – Mahasiswi Lulusan Sarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Salatiga. Panggil saya Nisa. Manusia yang gemar menulis, baik dalam kondisi sedih, senang, gundah, maupun bimbang. Selain menulis, saya juga menyukai menonton, bermain game, dan memancing. Menulis bagi saya adalah doa yang diam, tempat bersandar saat sajadah pun basah oleh air mata.


PUISI ESAI GEN Z: Puisi Esai Gen Baru ini puisi esai mini 500 kata khusus untuk Gen Z dan Gen Alpha. Disarankan tema-temanya yang relate seperti bully, mental health, patah hati, broken home, sex bebas, dan narkoba. Bagaimana kalau lingkungan, politik, atau kritik sosial ke penguasa? Boleh saja asalkan ada fakta dan sertakan link beritanya. Tuliskan 500 kata. Sertakan bionarasi maksimal 5 kalimat, 2 foto penulis dan 2 ilustrasi AI yang mendukung puisi esainya. Kirimkan ke golagongkreatif@gmail.com dengan subjek: Puisi Esai Gen Baru. Ada honorarium Rp 300 ribu dari Denny JA Foundation bagi yang puisi esainya tayang. Jangan lupa sertakan nomor rekening bank. Jika ingin membaca Puisi Esai Gen Z yang sudah tayang klik gambar di bawah ini:


