Puisi Minggu: Tentang Cinta Karya Aditya Ardi N

Cinta merupakan satu hal yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Dalam cinta ada harapan, kegembiraan, romantisme, rasa yang kembang, semangat, rindu, cemas, cemburu, patah hati, bahkan dukacita. Cinta memuat pula problem eksistensial manusia, sebuah penyerahan perasaan seutuhnya kepada seseorang yang dicinta, terkadang juga cinta menyugukan perasaan yang saling bertabrakan—perasaan ambivalen—sebuah kondisi yang kontradiktif, perasaan takut ditinggalkan, perasaan kehilangan yang mendalam.

Berbicara perihal cinta tak sebatas pada hal-ihwal yang indah-indah semata. Cinta membawa serta kompleksitas emosi individu yang tidak sederhana, kompleksitas emosi yang bisa saja meng-counter rasionalitas, dan alur pikiran yang logis. Kendati demikian, cinta membuat manusia menjadi manusiawi. Maka tidak berlebihan apabila tema cinta menjadi sebuah tema yang senantiasa memukau seniman dalam berproses kreatif menggubah karya seni mulai dari film, novel, cerpen, reportoar drama, puisi, dst.

Kembali kepada kompleksitas emosi individu yang tidak sederhana dalam cinta. Puisi bisa menjadi semacam parit yang bisa mengalirkan emosionalitas individu yang kompleks itu. Tentu saja melalui medium bahasa—bahasa puitis—untuk mengekspresikannya, bahasa yang sudah diutak-atik, bahasa yang sudah “digayakan”, sebuah stilistika yang barangkali juga tidak disadari oleh si penulis puisi atau bisa juga sebaliknya. Puisi dapat menjadi jalan keluar untuk membahasakan kekusutan emosi manusia seperti rindu seseorang di kejauhan, cemburu, cinta yang tidak mendapat jawaban, patah hati, dst.

Puisi-puisi yang saya tulis ini mungkin saja merupakan residu emosi yang pernah saya alami di masa silam. Sebuah rasa yang pernah berpijar lantas meredup. Memori yang sesekali melintas lalu pergi, namun tak pernah benar-benar pudar. Kepingan-kepingan ingatan dan pecahan-pecahan peristiwa yang samar-samar itu saya recall, saya susun ulang, saya interpretasikan ulang hingga merupa puisi. Selamat membaca!

Aditya Ardi N

Aditya Ardi N
di bawah bulan yang sama

di bawah bulan yang sama
kita kutip luka dari halaman musim berbeda
waktu, seperti ulat yang melubangi pinggir daun alpukat.

dan tanah adalah rumah.

hanya jarak yang bersikeras tumbuh
merimbuni lamunanmu
merimbuni ingatanku
dan kita meranggas cemas
di bawah bulan yang sama.

2024

Aditya Ardi N
akulah bintang mati itu, cintaku.

seperti bintang mati di dadamu
memadat. terpecah. berlepasan.
serpihan perasaan terseret gravitasi duka.

rindu kita yang putus asa
menempuh seratus juta tahun cahaya
melayang hilang di pusat hampa.

akulah bintang mati itu, cintaku.
bintang yang cuma hidup sekali untuk mencintai
dan mati berkali-kali karena dusta yang kauberi.

2024

oOo

Aditya Ardi N
kemurungan tak sepenuhnya mengubur puisi liris

kemurungan tak sepenuhnya mengubur puisi liris
malam yang lamban suguhkan sengat wangi percintaan

dan aku berpaling dari jerat kemurungan
jarak yang mangkus meringkus segenap pelukan

rindu menyaru serat-serat kayu di jantung hutan
yang hanya dikenali oleh mata gergaji

kemurungan tak sepenuhnya mengubur puisi liris
di ambang dini hari kerinduan telah sepenuhnya
menyerbuki putik-putik pikiran.

sesaat kembang,
seketika tumbang.
setelah kabut pertama datang menghalang pandang.

2024

oOo


Aditya Ardi N
tak semua bagian dari dirimu lenyap dari diriku

tak semua bagian dari dirimu lenyap dari diriku
setelah amarah memulangkan seluruh
kata maaf kepada kesia-siaan semata
dan seluruh permintaan terhalang kabut penyesalan.

lantas kita melangkah ke arah berlawanan
namun masih berangan sampai di satu tujuan.

dan angin september yang kering ini
merumrum pori-pori keraguanku
sebagaimana sosokmu yang kerap
mendedas di jurang pikiranku.

meski tak semua bagian dari dirimu lenyap dari diriku
kini kita hanya jelaga di buram kaca
yang perlahan dihapuskan oleh cuaca.

2024

Aditya Ardi N
bulan bergetah

bulan bergetah
malam disesaki pecahan beling ingatan
duka menujah sumsum musim dingin
menggamit sehimpun nujum yang tak terkatakan.

serupa gerak siput
hari berjalan lamban
seakan menyigi satu kepastian
:seluruhmu, aku akan kehilangan.

2024

oOo

TENTANG PENULIS: Aditya Ardi N : Penyair yang lahir di Ngoro, Jombang, Jawa Timur. Buku  Puisinya yang telah terbit antara lain Mobilisasi Warung Kopi (2011); Mazmur dari Timur (2016); Manifesto Koplo (2019).  Beberapa karya puisi dan esai dimuat di media online/cetak  lokal maupun nasional. IG: @aditya_ardi_n  

PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 – 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com. Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya. Jika ingin melihat puisi-puisinya yang sudah tayang, klik banner di bawah ini:

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://www.instagram.com/golagongkreatif?igsh=MXVlZDR5ODlwd3NsdQ==