Peribahasa ini juga mengandung semangat jangan menilai seseorang dari penampilannya saja, karena keberanian dan kekuatan sejati berasal dari dalam.
Sarapan Kata 146: Kecil-Kecil Lada Kutu

Menulis Online, Menangkal Hoaks

Peribahasa ini juga mengandung semangat jangan menilai seseorang dari penampilannya saja, karena keberanian dan kekuatan sejati berasal dari dalam.

Dalam hidup, sering kali keadilan bukan tentang benar atau salah, tapi tentang siapa yang lebih kuat atau lebih pandai menghindar.

Peribahasa ini menggambarkan situasi di mana seseorang, walaupun terlihat dekat atau diharapkan bisa membantu (karena hubungan kekeluargaan, misalnya), ternyata tidak bisa berbuat apa-apa. Kapur di ujung telunjuk itu rapuh—ia tidak bisa memberi kekuatan, hanya tampak ada.

Peribahasa ini sangat cocok untuk menggambarkan strategi cerdas dalam hidup atau pekerjaan — bekerja sekali tapi hasilnya berlipat.

Jadi, ungkapan ini mengajarkan tentang ketekunan, kesabaran, dan komitmen untuk menyelesaikan apa yang sudah kita mulai.

Manusia itu makhluk berakal, jadi kalau dikritik, dinasihati, atau disindir dengan kiasan (perkataan halus, perumpamaan), dia seharusnya bisa mengerti dan memperbaiki diri tanpa perlu tindakan kasar.

Ini peribahasa Melayu yang dalam banget maknanya. Secara sederhana, artinya kalau kita terlalu mengikuti kehendak hati atau hawa nafsu, kita bisa celaka. Emosi tanpa kendali bisa menjerumuskan kita ke keputusan yang buruk. Jadi, intinya adalah: perlunya akal dan pertimbangan yang matang dalam bertindak, jangan cuma ikut perasaan.

“Seperti mayat ditegakkan” itu peribahasa yang cukup pedas sindirannya—menggambarkan seseorang yang terlalu kurus, pucat, dan tak bersemangat, sampai-sampai kayak mayat yang dipaksa berdiri. Bisa karena sakit, kelelahan, atau memang fisiknya lemah banget.

Peribahasa ini menggambarkan seseorang yang melakukan sesuatu yang sia-sia, atau bahkan merugikan diri sendiri. Seperti kambing yang menanduk bukit—bukitnya nggak akan rusak, tapi kepala si kambing malah bisa benjol.

“Diberi sehasta, minta sedepa” adalah peribahasa Melayu yang menyindir sikap tamak atau tidak tahu bersyukur. Artinya, ketika seseorang sudah diberi sedikit kebaikan atau bantuan, dia malah minta lebih besar lagi, bahkan seolah-olah tidak tahu batas.